Ada sebuah rumah mungil dibangun diatas sebuah belik ( mata air) tapatnya
di Jalan Cibun-Rabuk, sebuah dusun di Purwokerto sebrang jalan gedung Sekolah
Dasar . Disamping jauh dari tetangga rumah itu juga tampak sepi dan angker .
Jauh sebelum rumah itu dibangun pernah ada seorang gadis kerasukan dalam
igaunya mengaku bersasal dari belik itu, gadis itu sakit dan akhirnya
meninggal.
Gadis itu bernama Si Umi atau dikenal dengan nama Sumi.
Rumah itu dibangun oleh pihak Sekolah Dasar guna sebagai tempat tinggal guru yang bertugas di sekolah tersebut yang berjarak tidak jauh dari tempat itu. Penghuni pertama rumah itu adalah Kepala Sekolah itu sendiri dan keluarganya, namun tak lama mereka pindah ke tempat lain.
Rumah itu dibangun oleh pihak Sekolah Dasar guna sebagai tempat tinggal guru yang bertugas di sekolah tersebut yang berjarak tidak jauh dari tempat itu. Penghuni pertama rumah itu adalah Kepala Sekolah itu sendiri dan keluarganya, namun tak lama mereka pindah ke tempat lain.
Sejak saat itu rumah tak lagi dirawat , dari
suasana semula ramai menjadi bertambah sepi.
Berapa sa'at kemudian datang lah Pak Mahudi seorang guru agama bertugas di Sekolah tersebut.
Berapa sa'at kemudian datang lah Pak Mahudi seorang guru agama bertugas di Sekolah tersebut.
Karena datang dari tempat yang cukup jauh Banjarnegara , dia
pun menempati rumah itu. Dia membawa
seorang istri dan satu anak, Istrinya yang juga pebisnis ayam goreng cukup
sibuk .
Dicarinya seorang gadis dikampung itu untuk bekerja sebagai penjaga
anaknya, Ani, dan gadis yang lamarannya diterima itu bernama Nilla, Nilla sebenarnya gadis yang
cantik dan berkulit bersih mirip Nike Ardila penyanyi yang paling terkenal kala itu. Bahkan kemiripannya membuat teman-temannya banyak yang memanggil dia Nike.
Pada suatu malam yang sepi, Nilla baru saja menina bobokan Ani hingga tidur disisinya, kini giliran dia sendiri mulai memejamkan mata, namun belum sempat mata itu terpejam, sayup – sayup terdengar suara lirih memanggil dari balik jedela,
Nilla :” Siapa ?
Suara itu : “Aku Sumi yang punya rumah ini.”
Nilla memilih diam berpikir, jelas pemilik rumah itu adalah Pak Mahudi , guru sekolah itu. Tiba –tiba bulu kuduk Nilla merinding
Nilla : “Mau ngapain ?”
Suara itu :”Mau ambil adikmu itu.”
Pikiran Nilla mengarah ke Ani, gadis mungil yang harus dijaganya.
Nilla :”Tidaaaaaaaak!”
Seperti reflek Nilla menjerit sekencang –kencangnya, hingga membangunkan Pak Mahudi yang sedang lelap tidur.
Pak Mahudi : “ Nill... ada apa?”
Nilla segera membuka kamar dan menerangkan apa yang baru terjadi, bangunnya semua orang yang ada disekeliling serasa meringankan rasa takut nya.
Pak Mahudi :” Ah...kamu bafer aja kali, kamu banyakan menghayal mau tidur, sih..”
Nilla :” Tahu lah!”
Pak Mahudi :” Dah , tidur lagi, sana, itu hanya ilusi ..”
Pak Mahudi pergi kembali ke kamar
Nilla kembali melanjutkan tidurnya.
Setelah beberapa hari berlalu , Ani sakit, sakitnya semakin parah, obat dari rumah sakit tak mampu mengobatinya dan Ani meninggal.
Pak Mahudi dan Bu Rohati istrinya sangat sedih, begitu juga Nilla yang selama ini menjaganya dan sudah menganggapnya seperti adik sendiri.
Tidak lama dari peristiwa itu Pak Mahudi mengajukan pidah tugas dan pengajuan pindah nya diterima dan merekapun pindah meninggalkan rumah , pindah ke tempat daerah asalnya, Banjarnegara.
Dan Nillapun pulang kerumah orang tuanya yang tak jauh jaraknya dari tempat itu.
Rumah itu untuk kesekian kali jatuh lagi dalam kesepian. Lebih-lebih kematian Ani dikaitkan dengan hantu Sumi yang pernah menemui Nilla kala itu.
Sumi, ya, hantu Sumi. Begitulah orang kampung menyebutnya
Tiga tahun berlalu, Nilla usianya genap tujuhbelas tahun. Dia tumbuh menjadi seorang gadis cantik dan lebih matang. Dua tahun terakhir ia bekerja di Jakarta, tapi pulang kampung karena termasuk karyawan yang terkena PHK masal
Purwokerto bulan purnama. Ia duduk di sebuah bangku depan rumah, menunggu teman yang biasa datang jika saat-saat seperti itu, sekedar ngobrol , berbagi pengalaman atau hanya sekedar bercanda menikmati sejuknya cahaya purnama. Angin pun behembus menambah dingin malam, tapi tumben di petang itu tak seorangpun diantara teman-temanya terlihat datang.
Ia hanya bisa menerawang jauh di depan rumah pada sebuah pohon pucung berdiri tegar diatas jalan setapak menuju telaga perbatasan sungai Logawa. Samar – samar pandangannya tetumbuk pada seonggok benda yang bentuknya seperti sosok manusia layaknya berdiri memandang kearahnya.
“Siapa itu ?” batinnya bertanya.
Rasa penasaran , Nilla bangkit dari duduknya berusaha mengakomodasikan matanya untuk menyesuaikan dari kegelapan guna melihat lebih jelas bayangan itu, ingin lebih jelas lagi, lalu didekatinya, tetapi mendadak langkahnya berhenti ketika tiba-tiba bau wangi melintas dipenciumannya dan perasaan yang tidak enak seakan hinggap pada dirinya , lebih-lebih mengingat jika jalan setapak itu bukanlah satu-satunya jalan yang biasa dilalui apa lagi dimalam hari, ngapain seseorang berdiri disitu? Memandangku, lagi.” Batin Nilla terus berargumen sendiri dengan berbagai kejanggalan didepannya .
Setelah diperhatikan dengan jelas,
sosok tersebut tidak lebih seorang gadis
sebaya dirinya. Wajahnya yang pucat dan rambutnya yang awut –
awutan, tersenyum .
Sosok itu : “ Hai “
Nilla : “ Siapa, kau?”
Sosok itu: “ Aku Sumi, masih ingat,kan?”
Pikiran Nilla langsung tertuju pada sebuah tempat ia pernah bekerja sebagai penjaga anak di kampungnya, dan anak itu adalah Ani ,anak Pak Mahudi yang telah meninggal .
Nilla : “Jadi, kau..........?”
Sosok itu : “ Ya, aku yang mengambil adikmu, Ani, dan kali ini giliran aku datang lagi untuk menjemputmu”
Nilla : “ Jangan, jangan bawa aku, apa salahku ?”
Nilla memohon
Sosok itu : “ Aku sayang kamu, Nill, aku ingin kau bersamaku, kau harus ikut aku”
Nilla : “ Tidaaak..! Jangan bawa aku, aku masih ingin hidup,,,,,,,,Tolooooooooong!”
Suara Nilla menggulung bagai guntur, mengundang warga disekelilingnya yang mendengar berdatangan. Nilla terus meronta menolak ajakannya, hingga ia tersadar banyak orang-orang berkerumun dikanan kirinya. Rupanya ia baru saja mengalami pingsan.
Sosok itu : “ Hai “
Nilla : “ Siapa, kau?”
Sosok itu: “ Aku Sumi, masih ingat,kan?”
Pikiran Nilla langsung tertuju pada sebuah tempat ia pernah bekerja sebagai penjaga anak di kampungnya, dan anak itu adalah Ani ,anak Pak Mahudi yang telah meninggal .
Nilla : “Jadi, kau..........?”
Sosok itu : “ Ya, aku yang mengambil adikmu, Ani, dan kali ini giliran aku datang lagi untuk menjemputmu”
Nilla : “ Jangan, jangan bawa aku, apa salahku ?”
Nilla memohon
Sosok itu : “ Aku sayang kamu, Nill, aku ingin kau bersamaku, kau harus ikut aku”
Nilla : “ Tidaaak..! Jangan bawa aku, aku masih ingin hidup,,,,,,,,Tolooooooooong!”
Suara Nilla menggulung bagai guntur, mengundang warga disekelilingnya yang mendengar berdatangan. Nilla terus meronta menolak ajakannya, hingga ia tersadar banyak orang-orang berkerumun dikanan kirinya. Rupanya ia baru saja mengalami pingsan.
Sejak sa’at itu Nilla jatuh sakit, dalam sakitnya banyak igauan yang diucapkannya, ia bagai sadar dan tidak sadar. Orang mengatakan ia kerasukan, kesurupan, kesambet dan lainnya . Sejumlah orang pintarpun didatangkannya, bukan Cuma itu , iapun dibawa ke Rumah Sakit, namun tak kunjung juga usaha penyembuhan ada hasilnya.
Wajah cantik itu semakin layu, pucat dan pasi. Dan Nillapun akhirnya
pergi , pergi untuk selamanya.
Nilla
meninggal. Meninggal setelah
ditemui hantu Sumi atau setan
Sumi , nama itu bak melegenda di kampung kecil itu, konon kabarnya sampai
sekarang hantu Sumi masih kerap
menampakan diri, juga setelah bangunan rumah itu dipugar dan dialih fungsikan menjadi gedung Polindes. Ia hanya
berganti penyebutan menjadi “Sumi Setan Polindes Rabuk”
0 komentar:
Posting Komentar