Tampilkan postingan dengan label CERPEN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CERPEN. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 Oktober 2019

TIMUN EMAS DAN BUTA IJO (PART 2)



Timun Emas berlari sekencang-kencangnya. Dia bahkan tidak tahu kemana arah yang dituju. Tak peduli padang ilalang ia terjang. Baginya yang penting menjauh dari Buta Ijo.

Mendapati Timun Emas ternyata melarikan diri, tidak banyak pikir lagi Buta Ijo langsung mengejarnya. Melihat bayangan Timun Emas berkelebat yang ternyata sudah jauh meninggalkannya, Buta Ijo menambah kecepatan langkahnya. Baginya, Timun Emas adalah haknya dan tidak boleh seorangpun mengambilnya.

"Timun Emas, berhentilah, ikutlah bersamaku, kau adalah miliku!" teriaknya.

Alih-alih membuat gadis kecil itu luluh, teriakan Buta Ijo malah membuat Timun Emas bertambah takut. Dia tahu Buta Ijo dapat mengejar dengan langkahnya yang lebih panjang dibanding dirinya. Dia juga melihat Buta Ijo semakin dekat dibelakangnya. Rupanya dengan sekuat tenaga raksasa itu tidak mau gagal menerkam mangsanya, layaknya seekor harimau mengejar seekor kelinci disebuah hutan.

Rasa takut membuat seseorang tidak lagi berpikir dengan logika. Ia ingat, ibunya berpesan untuk melempar satu-persatu bekal yang diberikan setiap ada bahaya yang mengancam. Reflek, Timun Emas mengambil satu item dari bekal tersebut dan sekonyong-konyong dilempar ke arah Buta Ijo. Yang dilempar ternyata hanya garam.

Garam yang jatuh tersebar ditanah mencair, meleleh dan mengalir menjadi air payau. Begitu cepat proses itu terjadi dan tidak lama air menggenang menjadi danau tepat dilokasi yang mau dilewati Buta Ijo.

Sangat mengagetkan peristiwa itu, tapi tidak ada waktu lagi untuk menghiraukan, Buta Ijo memutuskan untuk menyeberangi danau tersebut meski dirinya ragu dapat melakukannya. Danau yang dalam memaksa Buta Ijo harus berenang, tubuhnya yang besar dan kepandaian berenang yang kurang membuat Buta Ijo mengalami kesulitan. Tubuh Buta Ijo tenggelam timbul dengan napas yang terengah engah bagai sekarat namun tetap mencoba.

Situasi itu digunakan Timun Emas untuk menjaga jarak lebih jauh lagi dengan meneruskan langkahnya berlari, sementara Buta Ijo terus berusaha menyebrang danau. Namun demikian, meskipun dengan susah payah, akhirnya Buta Ijo berhasil juga melalui rintangan tersebut. Dan iapaun meraih daratan dan meneruskan pengejarannya.

Keduanya sama-sama lelah, dua makhluk yang terdiri, satu raksasa dan satunya lagi anak manusia terus berkejar-kejaran.

"Timun Emas, berhentilah, jangan membuat aku marah, kau tidak akan dapat lepas dari aku!" teriak Buta Ijo semakin tegas.

Timun Emas melirik kebelakang tak acuh kepada Buta Ijo. Nampak Buta Ijopun sama-sama lelah, terlihat dari langkahnya yang semakin gontai disertai napas yang sudah tersengal. Tapi, rupanya nafsu yang besar untuk memilikinya membuat dia bertahan.

"Berhentilah sayang, jangan siksa aku begini" katanya dengan napas yang tersengal dan kaki yang serasa sudah tidak mau dilangkahkan lagi. Jarak Buta Ijo dengan Timun Emas hanya beberapa langkah saja. Tapi raksasa itu tidak melakukan apa-apa. Dia lebih sibuk mengurus sesak napasnya yang demikian menyiksa daripada mengurus Timun Emas yang didepan mata, dengan napas yang tersengal dia hanya membungkuk memegang lutut yang mulai bergetar.

"Hah !, siksa, siapa yang menyuruhmu mengejar aku?" tanya Timun Emas.

"Tidak ada" jawab Buta Ijo. "Ini adalah perjanjian antara aku dengan ibumu untuk mengambil anaknya jika dia terlahir sebagai perempuan"

"Tapi, aku tidak mau ikut denganmu, bagaimana, apakah kau tetap mengejarku?" tanya Timun Emas. 

"Tentu, aku tidak akan berhenti mengejarmu, sampai kau benar-benar ku dapatkan" jawab Buta Ijo bersikeras dengan keinginannya.

Timun Emas melihat senjata yang tersisa dua butir, yang berarti tinggal dua kesempatan mengatasi bahaya yang mengancam. "Kalau begitu, terimalah ini!" teriak Timun Emas seraya melempar satu bendel bungkusan yang ternyata berisi jarum.

"Timun Emas, apa yang kau lakukan ?" tanya Buta Ijo yang merasakan tanah didepannya mulai bergetar, dari dalam tanah bermunculan rumpun-rumpun pohon bambu yang sangat lebat. Kini kali kedua Buta Ijo menyaksikan keajaiban yang dilakukan Timun Emas.

Rumpun-rumpun pohon bambu yang lebat membuat Buta Ijo mendapat kesulitan untuk menerobosnya. Buta Ijo tetap tidak menyerah, seberapapun susahnya diapun berusaha menerobos setiap rumpun bambu yang lebat itu.

Timun Emas menyaksikan kegigihan Buta Ijo yang tidak kunjung surut menjadi kuwatir. "Jika Raksasa itu akhirnya berhasil juga menembus rintangan yang kubuat, apa jadinya. Aku hanya memiliki satu bendel senjata yang tersisa. Jika akhirnya itupun dilalui, tamatlah riwayatku" pikirnya dalam hati.

Sementara Buta Ijo terus dengan usahanya menerobos setiap celah rimbunnya pohon bambu tanpa kenal menyerah. Kenyataan itu dilihat sendiri oleh Timun Emas. Namun demikian, tak banyak yang dapat dilakukan lagi, kecuali mengandalkan satu bendel senjata terakhir yang harus digunakan menunggu sa'at yang tepat.

Setelah senjata kedua digunakan, apa yang dicemaskan Timun Emaspun terjadi. Buta Ijo terbukti masih mampu melampoi  rintangan yang kedua. Dengan Tubuh babak belur akibat himpitan dan gesekan batang bambu yang keras, Buta Ijo keluar dengan senangnya. Bahkan, dia masih dapat tertawa lebar, mungkin karena leganya berhasil terbebas dari siksaan akibat susahnya menerobos lebatnya rumpun bambu.

"Hahaha...! sudah ku bilang, kau tak akan dapat lepas dari aku, Timun" katanya dengan suara yang menggelegar.

"Tidak, kau tidak akan dapat mengambilku" kata Timun Emas tidak dapat menerima.

Dengan hati yang pasrah Timun Emas melempar senjata terakhirnya yang ternyata hanya seiris terasi. Terasi yang terjatuh meleleh, lalu membentuk gelembung-gelembung. Gelembung-gelembung tersebut pecah dan menyebar ketanah. Setiap tanah yang tersentuh menjadi gembur, dengan cepat hal itu terjadi membuat tanah disekitar lokasi menjadi rawa endut hanya dalam hitungan detik saja.

"Apa lagi yang kau lakukan, Timun?" tanya Buta Ijo tak habis pikir.

"Hai, Buta, kuingatkan kau, sebaiknya urungkan saja niatmu untuk mendapatkan diriku?"kata Timun Emas.

"Jangan coba membujukku, gadis kecil" jawab Buta Ijo.

"Aku serius, aku berbaik hati padamu"

" Berbaik hati apa, kau selalu membuat sulit aku, itukah yang namanya berbaik hati?" Buta Ijo tidak percaya.

"Jika kau melewati rawa endut itu, kau bisa tenggelam, kau bisa mati, untuk kali ini, percayalah padaku ?" kata Timun Emas meyakinkan.

"Selama ini aku tidak pernah gagal melewati rintangan yang kau berikan, aku tahu apa yang selalu kau lempar dari genggamanmu telah habis, dan ini yang terakhir, setelah ini, tak ada lagi halangan untuk menangkapmu gadis kecil, keberhasilan sudah didepan mata, aku sudah tak sabar membayangkan pulang dengan membawamu, sayang" Kata Buta Ijo tidak menuruti bujukan Timun Emas. Ia beranggapan, itu hanya akal-akalan Timun Emas karen keajaiban yang dimilikinya sudah habis.

Tak menurut dengan apa yang disarankan, Timun Emas membiarkan Buta Ijo yang tetap keras dengan pendiriannya. Buta Ijopun melangkahkan kakinya masuk kearea rawa. Kaki besar dan berat itu masuk, diteruskan  dengan kaki yang lainnya. Beberapa langkah kedepan masih dapat berjalan. Namun, pada langkah berikutnya, kaki Buta Ijo semakin sulit untuk diangkat, sayang sekali, padahal jarak yang ditempuh sudah sepertiga dari panjang jarak rawa seluruhnya. Tanah yang semakin gembur dan pekatnya lumpur rawa membuat kedua kakinya perlahan-lahan hanya terperosok saja, semakin dalam dan semakin dalam. Pelan, tapi pasti.

Kondisi tersebut sampai membuat kaki Buta Ijo tidak dapat digerakan sama sekali. Ia benar-benar tersetak dan membuat tubuhnya hanya dapat berdiri terpaku seperti tiang yang ditancapkan ditengah rawa. Ia hanya bisa melambaikan tangan dan merasakan badannya semakin  tenggelam.

"Tolong...tolong!" teriaknya.

Namun, teriakan tinggal teriakan. Badan yang besar terus masuk ke bumi. Hingga sampai pada detik-detik teriakan itupun harus berhenti setelah batas lumpur sudah melewati garis mulut yang memaksa membungkamnya dari mengucapkan beberapa kalimat.

Setelah mulutnya, lalu matanya, ubun-ubunnya dan terakhir bagian kepalanya. Hingga tenggelamlah semuanya, semua bagian tubuhnya. Dan permukaan rawapun kembali tenang.

Segelembung udara muncul, itu napas Buta Ijo yang terakhir.

Dengan tenggelamnya Buta Ijo, maka legalah perasaan Timun Emas, seakan berakhirlah ancaman yang selama ini menghantui hidupnya, membuat dia harus berjuang sendiri hidup dan mati. Sekaligus mengakhiri cerita pengejaran gadis cantik Timun Emas oleh raksasa Buta Ijo. Sebuah cerita rakyat yang sudah sangat terkenal.

Timun Emaspun kembali menemui  ibunya yang seorang diri. Betapa ibunya sangat senang melihat anaknya kembali dengan selamat dari ancaman siButa Ijo. Ia berterima kasih kepada Tuhan. Ia percaya, apa yang tejadi semua tidak lepas dari pertolonanganNya.

Dan sejak saat itulah dipangkuan ibunya Timun Emas hidup bahagia.

Rabu, 09 Oktober 2019

TIMUN EMAS DAN BUTA IJO (PART 1)


Apa kabar gaess! Nyaris satu minggu kita tak jumpa, kali ini saya mau mendongeng, dongeng yang  menghiasi emaginasiku puluhan tahun berlalu hingga sekarang masih terngiang, terutama disaat-saat sepi seperti ini.

Mengenang masa kecil, menjelang tidur, ibuku selalu mendongeng, tujuannya adalah untuk mengantarkan aku agar lekas tidur. Alih- alih lekas tidur, dongeng ibu malah membuatku tidak bisa tidur, aku hanyut dalam alur cerita.

Bagaimana tidak, dongeng itu tentang gadis cantik Timun Emas yang harus bergelut dengan perjuangan hidup atau mati membebaskan diri dari kejaran Buta Ijo (Raksasa dengan tubuh berwarna hijau) yang mau menyantapnya.

Begini awal cerita itu terjadi. Pada suatu hari hidup seorang janda di tengah sebuah hutan jauh dari keramaian maupun tetangga layaknya orang hidup ditengah-tengah masarakat pada umumnya. Dia hidup secara solitair. Mungkin frustrasi dari perkawinannya yang gagal hingga memilih untuk hidup menyendiri di sebuah tempat tanpa ada seorangpun mengetahuinya.

Sebagai manusia yang merupakan genus makhluk sosial, bagaiman dia dapat hidup tanpa seorangpun di sekeliling kehidupannya. Dia tidak mempunyai tetangga manusia.

Ini adalah kisahnya. Walaupun tak ada segelintirpun manusia kecuali dirinya seorang, naluri jiwa sosial tidak lepas begitu saja pada dirinya. Sebagai gantinya, ia membangun hubungan sosial dengan makhluk apa saja yang ada disekelilingnya.

Namanya ditengah hutan, masarakat yang ada disana juga para penghuni hutan, seperti binatang, hantu, siluman dan makhluk- makhluk lain selain manusia, tentunya.

Janda muda yang masih tergolong cantik itu memiliki keinginan besar mempunyai seorang anak, sungguh sesuatu yang tidak mungkin, sedang bertemu laki-laki saja tidak pernah. Akan tetapi, Nini Srindil ( nama janda tersebut) tidak menyerah berdoa kepada Yang Kuasa agar tetap dikaruniai seorang anak. Keyakinannya kepada yang Maha Pencipta begitu besar, baginya tidak ada yang sulit jika sesuatu telah mendapatkan ridloNya, hanya Dialah sebaik-baik tempat meminta.

Rupanya Tuhan mengabulkan doa umat tersebut, apapun bentuk terkabulnya sebuah do'a, semua tidak lepas dari taqdir dan kehendakNya juga.

Seorang raksasa Buta Ijo tiba-tiba datang menemui Nini Srindil . Kedatangannya bermaksud menawarkan bantuan kepada Nini Srindil dalam mewujudkan keinginannya yaitu memiliki momongan atau anak, tapi dengan satu sarat. Sarat tersebut adalah kalau anak yang akan lahir nanti laki-laki, dia akan menjadi anak yang bisa membantu dan menjaga ibunya dan tidak ada hal apapun yang harus dibayar sehubungan dengan jasa si Buta Ijo tersebut. Dia melakukannya semata-mata  ikhlas membantu.

Akan tetapai, jika anak yang akan lahir nanti perempuan, Buta Ijo akan mengambilnya. Tidak diterangkan untuk apa anak perempuan saat sudah diambilnya nanti, mungkin untuk dijadikan piaraan atau bahkan untuk santapan, mengingat Buta Ijo adalah raksasa yang juga dikenal suka makan orang.

"Bagaimana, diel?" kata Buta Ijo menegaskan tawarannya.

Nini Srindil semula bingung untuk memutuskan untuk menerima atau tidak dengan perjanjian yang  tidak pasti dan spekulatif tersebut. Tidak bisa dibayangkan jika perjanjian itu tidak sesuai apa yang diharapkannya, namun akhirnya ia memutuskan untuk menerimanya, apapun resikonya.

Dengan menerimanya perjanjian yang ditawarkan oleh Buta Ijo berarti perjanjian telah disepakati. Buta Ijo kemudian memberikan sebutir timun yang masih muda dan  menyuruh Nini Srindil  memakannya.

Entah karena apa, setelah Nini Srindil memakan timun tersebut, Nini Srindilpun hamil. Ia sangat bahagia terjadinya hal tersebut.  Sembilan bulan ia membawa jabang bayi didalam kandungan dengan penuh rasa sayang dan penuh suka cita.

Setelah genap sembilan bulan usia kehamilan, maka lahirlah jabang bayi, celakanya, bayi yang baru lahir itu berkelamin perempuan, sesuai perjanjian dengan Buta Ijo, jika bayi lahir perempuan, maka Buta Ijo akan datang untuk mengambilnya.

Nini Srindil tiba-tiba menjadi sedih mengingat hal itu, apalagi jika melihat anak yang baru lahir sangat cantik dan lucu. Ia baru saja memberi nama, Timun Emas, sesuai dengan pemberian Buta Ijo yang ternyata menjadi penyebab kehamilan setelah makan pemberiannya yaitu buah timun.

Hanya selang beberapa hari, apa yang didugapun terjadi. Buta Ijo datang, Buta Ijo begitu girang setelah mengetahui anak yang lahir itu perempuan. Diapun tidak sabar ingin membawanya.

Nini Srindil memang sadar sudah kalah perjanjian, tapi berat sekali rasanya untuk memberikan Timun Emas kepada Buta Ijo. Apapun caranya ia berusaha untuk mempertahankannya.

"Apa Timun Emas mau dibawa sekarang, pak Buta?" tanya Nini Srindil.

"Tentu, dong, mang kenapa?" tanya Buta Ijo.

"Kalau boleh saya sarankan, sebaiknya biarlah Timun Emas saya piara dulu, setelah dia besar dan menjadi remaja pasti dagingnya akan lebih enak dan jumlahnya  lebih banyak dari pada masih orok seperti ini, disamping dagingnya masih lunak, porsinya juga belum mencukupi untuk seorang raksasa" kata Nini Srindil.

"Oh, gitu, ya" jawab Buta Ijo. "Oke, kalau begitu, piara saja dulu, nanti aku kesini setelah dia besar dan sudah menjadi remaja". Katanya menurut saja pada saran Nini Srindil.

Nini Srindil merasa lega, siasatnya untuk mengelabuhi raksasa itu berhasil, seperginya Buta Ijo yang tidak jadi mengambil Timun Emas, melainkan menundanya di syukuri dengan sujud syukur. Meskipun hidup sebagai orang hutan, Nini Srindil tidak melupakan Tuhannya, dia selalu rajin mengerjakan sholat. Dia juga berkeyakinan apa saja yang terjadi pada dirinya juga semua semata-mata atas kehendaknya.

Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun berlalu Timun Emas hidup bersama Nini Janda menjadi anak kesayangan. Timun Emas tumbuh menjadi putri yang sangat cantik dan berbakti kepada orang tuanya. Sampai suatu hari, usianya terhitung tepat 17  tahun, sweet seventeen, yaitu masa remaja yang sedang manis-manisnya. Hal itu sekaligus juga menunjukan detik-detik Buta Ijo akan datang untuk yang kedua kali sesuai dengan janjinya untuk mengambil Timun Emas.

Melihat kenyataan itu, Nini Srindil jatuh lagi dalam kesedihan. Semakin berat berpisah dengan Timun Emas. Ia tidak dapat membayangkan disuatu waktu Buta Ijo membawanya begitu saja. Lagi-lagi dia hanya berserah diri kepada Tuhan. Ia memohon agar Timun Emas tetap berada disisinya, ia tidak mampu berpisah dengan anak satu-satunya yang sangat disayang itu.

Air mata do'a seorang ibu untuk anaknya tak pernah berhenti berkumandang, dia terus mengetuk langit.

Dan hari yang ditakutinya akhirnya datang juga. Buta Ijo datang tepat pada waktu yang dijanjikan. Melihat Timun Emas yang sudah besar, berkulit bersih dan berwajah cantik, Buta Ijo sangat girang.

Melihat Buta Ijo datang ke rumah dan perhatian yang semua tertuju kepada dirinya, Timun Emas jadi salah tingkah.

Nini Srindil mengerti dengan keadaan anaknya. Namun demikian, apa boleh dikata, ia belum sempat memberi tahu kepada Timun Emas apa yang terjadi sebenarnya.

Mumpung Buta Ijo sedang duduk di ruang depan menunggu Timun Emas berkemas-kemas, merupakan kesempatan Nini Janda untuk menjelaskan kepada Timun Emas tentang apa yang terjadi.

Setelah dijelaskan dengan detil tentang semuanya, Timun Emas menangis dan langsung memeluk Nini Srindil, ibunya.

"Nggak mau, aku tidak mau ikut Buta Ijo, bu" katanya, seraya berusaha mendongkel pintu belakang rumah.

" Mau kemana, nak?" tanya ibunya.
" Aku mau pergi" jawab Timun Emas

Nini Srindil tidak melarang. Ia berpikir itu lebih baik daripada bersama Buta Ijo. Selang beberapa langkah Timun berjalan, " Nak!" panggilnya.

Ibunya menghampiri Timun Emas. Dari tangannya diberikan sebuah bungkusan yang didalamnya berisi 3 buah bendel  jimat sebagai senjata buat keselamatan . Sebagai seorang ibu, sudah sepantasnya Nini Srindil melakukkan apa saja demi keselamatan anaknya.

"Hati-hati, nak, do'aku nenyertaimu, lemparkan satu persatu benda itu saat kau dalam bahaya" katanya sambil perlahan-lahan melepaskan pelukan dan kepergian Timun Emas.

Mendengar samar-samar percakapan dan kegaduhan kecil dibelakang rumah, Buta Ijo jadi curiga. Iapun mengintip ke belakang  menuju sumber kegaduhan. Apa yang ia dapati tidak lain Timun Emas yang sedang siap-siap melarikan diri untuk menghindari dirinya.


( Bersambung ke Part 2)

Minggu, 25 Agustus 2019

Detik-Detik Kyai Barseso Berujung Ke Neraka (Part ll)


Ringkasan cerita sebelumnya: 

Setelah berzina dengan pelayan bar dan membuat keributan hingga menewaskan satu pengunjung yang ada ditempat itu, berujung dengan dibekuknya Barseso oleh polisi. Akan tetapi, masih dalam tahanan, ia sudah berhasil kabur sebelum proses hukum dilakukan. 

Ia dibantu oleh seorang yang berwajah mirip dengan teman yang selama ini sedang di anut karena kealimannya. Si Alim, begitu dia menyebutnya. Hingga ia berhasil kabur dari tahanan, Barseso belum sempat menanyakan lebih jauh siapa laki-laki itu sebenarnya dan kenapa ia membantunya. 

Ia hanya menitip sebuah koper agar dijaganya baik- baik sampai suatu saat bertemu lagi. Tak perduli apa isi koper itu, tidak ada waktu untuk membukanya. Menjaganya adalah lebih penting sebagai balas budi atas kebaikan yang telah diberikannya. Dan kabur adalah tujuan utama.
 ............... 

Meski dia sudah lolos dan menghirup udara segar diluar penjara, sebagai buron, hidup tenang dan bebas seperti orang lain tidak didapatkannya. Dia harus tetap bersembunyi dari kejaran polisi yang terus mencarinya di manapun dia berada. 

Sebagai penjahat gadungan yang tidak memiliki skill kejahatan yang mumpuni, tidak sulit bagi polisi untuk menemukannya. 

Barseso tidak dapat berkutik, saat empat orang bersenjata lengkap muncul tiba-tiba dari balik semak- semak tidak jauh dari persembunyiannya. 

"Jangan bergerak!" teriak mereka seraya menodongkan senjata. 

Barseso mengangkat tangan sebagai tanda menyerah. Belum sempurna tangan diangkat, pandangan polisi curiga terhadap koper yang dia bawa, polisi lebih tertarik menyuruh Barseso membuka koper itu. 

Barseso hanya bisa menuruti perintah, ia mencoba membuka koper dengan hati-hati. Sama-sama tidak tahu apa isi didalamnya. Tidak juga Barseso, apalagi polisi. Setelah cukup lama berusaha keras, akhirnya terbukalah, terlihat didalamnya kemasan barang dalam plastik berwarna putih tersusun rapi memenuhi koper. 

Polisi memeriksa barang tersebut. Dari pemeriksaanya, polisi menyatakan barang tersebut asli barang terlarang, jenis narkoba yang berkatagori sangsi berat bagi siapapun yang membawanya. 

"Tidak !" teriak Barseso tidak dapat menerimanya setelah mengetahui bukti barang yang dibawanya. " Ini bukan miliku, ini barang titipan" lanjutnya. 

Polisi tidak ingin banyak berbincang lagi, dengan alasan apapun, mereka hanya ingin secepatnya memborgol dan menggelandangnya kembali ke sel tahanan untuk proses hukum selanjutnya.  

Rekam jejak kejahatan Barseso semakin menumpuk, sebagai buron dari beberapa kasus sebelumnya yang belum berproses, kini bertambah lagi dengan kasus baru, narkoba. 

Tanpa banyak basa-basi lagi Barseso langsung di borgol, bersama barang bukti baru digelandanglah kyai itu kembali ke rumah tahanan untuk menjalani proses hukum atas semua kasusnya.  

Singkat cerita, proses hukumpun dilakukan. Pasal berlapis yang menjerat Barseso menghasilkan hukuman yang sangat berat. Barseso di jatuhi hukuman mati. 

Bagai petir menghantam, Barseso mendengar keputusan yang dijatuhkan pada dirinya. Hingga sampai batas waktunya, ekskusi hukuman mati Barsesopun berlangsung. 

Barseso tidak dapat berbuat apa-apa kecuali hanya berpasrah, ketika kru algojo mengikat kedua tangan pada kayu salib dan kemudian menutup matanya dengan kain berwarna hitam. Ini menandakan bahwa sisa waktu hidupnya tinggal beberapa menit. 

Barseso sempat mengenang nasib hidupnya dari awal bertemu dengan  seorang yang alim yang dikagumi dalam bermakhabah dengan Tuhannya saat di Masjid, hingga detik-detik hidupnya akan berakhir dirinya masih mengikuti ajarannya yang ternyata sesat. 5 M permainan dosa yang dijanjikan bakal mengantarkan kepada pengampunan yang lebih dalam. Opsi yang paling ringan dari lima opsi yang dipilih justru telah memicu dia melakukan semua yang paling memberatkan.  

Disisi lain orang yang dipikirkannya muncul tiba-tiba.

" Hahahahaha...." tawanya.

Suaranya bergulung seperti guntur. " Apa kabar, temanku?" sapanya.

Barseso begitu geram melihat laki- laki yang selama ini terus dan terus menjebloskan dirinya, tertawa lebar tanpa sedikitpun merasa belas kasihan.

"Sebetulnya siapa kau?" tanya Barseso.

"Hai manusia bodoh, kalau saja kau tak sealim sebelum kau bertemu denganku, pasti aku tak akan tertarik melakukan tipuan ini padamu" jawabnya.

"Sebentar lagi kau akan mati, dan ku ucapkan padamu, sampai jumpa di neraka! Sampaikan salam pada mereka dariku, Iblis"

Begitu terkejut Barseso mendengar pengakuan laki-laki tersebut, ternyata selama ini orang alim yang dikagumi tidak lain hanyalah iblis yang menyamar.

"Jadi, kau....!" Belum selesai Barseso hendak berkata, peluru algojo sudah keburu menembus dadanya. Matilah Barseso dalam keadaan Su'ul khotimah (buruk diakhir hidupnya) menjadi teman Iblis di neraka. 

Kamis, 22 Agustus 2019

Detik-Detik Kyai Barseso Berujung Ke Neraka {Part I)





Jumlah santri Kyai Barseso sudah mencapai 60000 orang, itu membuktikan bahwa Kyai Barseso bukan kyai ece-ece, kharisma dan ilmu agama yang dimiliki sudah mendapat kepercayaan bagi banyak penganutnya.

Kealiman Barseso memang tidak tertandingkan dibandingkan kyai-kyai yang lain dijamannya. Baginya, dekat kepada sang Illahi adalah segala-galanya. Ibadah yang dilakukan belum pernah cukup untuk membalas kenikmatan yang Tuhan berikan kepada umatnya. Ia selalu mencari cara untuk lebih dekat dan lebih dekat lagi. Ia sangat takut kalau diakhir hayatnya nanti mati tidak dalam keadaan khusnul khotimah dan akan dicatat sebagai orang yang tidak selamat diakherat, lalu, menjadi penghuni neraka untuk selama-lamanya.

Dalam ketakutan, ia selalu bangun ditengah malam, ia pergi ke masjid dan memohon ampun kepada Tuhan dengan sekhusuk-khusuknya. Ia benar-benar mengutamakan urusan akhirat daripada urusan dunia. Yang ia pikirkan hanyalah bagaimana Tuhan mengampuni dosanya.

Tidak jauh dari posisi dia duduk, duduk pula seorang laki-laki yang sedang berdoa sambil menangis. Dalam do'anya, apa yang diminta tidak berbeda, yaitu sama-sama sedang minta ampun kepada Tuhannya atas dosa yang telah dilakukan. Penyesalan yang sangat dalam membuat dia tidak dapat menahan air matanya. Rintihan tangisan pilu menggetarkan langit dan arasy, membuat gundah bagi jiwa-jiwa yang mendengarnya.

Barseso bertanya kepada laki-laki tersebut. "Dosa apa yang kau perbuat kisanak, sehingga kau sampai menangis dengan sebegitunya? Sungguh beruntung kau, dapat menangis sesempurna itu didepan Tuhan?"

"Dosa yang besar, yang dengan sengaja saya buat, agar dapat menangis dan bertobat dengan sempurna" jawab laki-laki itu. 

"Dosa besar?" Barseso mengulang kata-kata itu didalam hati dan mempertanyakan diri, betapa senangnya jika ia dapat berdo'a sehebat orang itu. "Sungguh jika kau berkenan, bolehlah berbagi padaku caranya?" kata Barseso meminta.

Laki-laki itu tidak keberatan, dengan senang hati memberi tahu kiatnya. "Ada 5 dosa besar yang jika kamu lakukan salah satu saja akan memicu kamu kedalam penyesalan yang teramat dalam, dari penyesalan besar itulah kamu dapat berdo'a sesempurna doaku" kata laki-laki itu yang ternyata tidak lain adalah Iblish yang menyamar menjadi pendo'a yang alim.

"Apa kelima dosa tersebut, sebutkanlah?" pinta Barseso tak sabar.

" 5 dosa tersebut adalah 5 M"

"Apa itu 5 M?" Barseso masih tidak paham.

"5 M adalah, 1. Membunuh orang, 2. Menzinai orang, 3. Mencuri 4. Menghisap narkoba 5. Minuman keras."

Barseso terkejut dengan opsi yang disodorkan laki-laki itu. Akan tetapi, bagaimanapun juga, ia adalah orang yang berhasil dimatanya.

"Jika aku membunuh orang, siapa yang menjadi korban dan setelahnya aku akan dipenjara atau bahkan aku akan dihukum mati juga" timbangnya. " Ah, tidak untuk yang nomor 1 ini," katanya kurang setuju.

"Jika nomor 2, menzinai orang, bagaimana jika perempuan yang kuzinai menuntutku untuk menikahinya, istri tua tentu tidak akan menerima. Tidak !, nomor ini juga tidak pas, ini menyangkut penderitaan orang lain".

Opsi nomor 2 dilewati.

Sampai pada opsi yang ketiga, yaitu mencuri, tetap saja masih keberatan, sebab untuk dapat penyesalan yang besar, mencurinya sudah pasti harus besar nilainya, siapa yang dicuri, jika ketahuan, lalu  digebugi.

Opsi ke3 dilewati.

Pada opsi ke 4, menghisap narkoba, itupun ia lewati, dengan pertimbangan narkoba dapat menjadikan orang ketagihan, ia tidak bisa jika kelak harus memakai itu seterusnya.

Nomor 5, minuman keras. "Boleh ini, kalaupun pada akhirnya aku harus mabuk, setelah sembuh, aku tidak mengalami ketergantungan, aku juga dapat melakukan dengan sembunyi- sembunyi tanpa ada orang tahu" katanya memutuskan pilihan.

Akhirnya, Barseso memutuskan untuk memilih nomor 5 yang terakhir. Ia menganggap nomor itu pilihan yang paling ringan resikonya. Setidaknya ia tidak melibatkan penderitaan orang lain, jika dapat mengaturnya dengan rapi, bahkan nama baiknyapun bisa tertutupi.

"Ini urusanku dengan Tuhan, biarlah semua ini hanyalah aku dan Tuhan saja yang tahu" katanya dalam hati.

Seperti yang sudah direncanakan, ilmu baru yang jos dari seorang Iblis yang menyamar sebagai mu'alim itu direalisasikan. Kyai Barsesopun pergi ke bar, tidak lama kemudian, iapun tenggelam dalam minum-minuman keras yang memabukan. Semakin ditenggak minuman itu semaki naik ke ubun-ubun, semakin tinggi, semakin shako, semakin hilang akal sehatnya, ia bahkan tidak tahu dimana dan siapa diri yang sebenarnya.

Mabuk yang sempurna membuat Kyai itu masuk dalam halusinasi. Pelayan bar yang sekaligus juga berperan sebagai teman minum bagi pengunjung yang mabuk tetap melayani dengan sebaik-baiknya, belaian lembut juga biasa dilakukan sebagai service untuk membuat tamu merasa senang bak didalam sorga.

Dunia halu yang kini sedang terjadi dalam otak miring Kyai Barseso sepertinya menggambarkan demikian. Iapun mengajak bidadari yang cantik dan lembut dalam penglihatannya itu masuk ke kamar, ada sesuatu yang nampaknya tidak dapat ditahan pada diri kyai.

Keluar dari kamar, sepasang manusia yang berlainan jenis itu tampak bahagia, sesuatu yang tidak dapat ditahan telah dicurahkan, apa yang dilakukan Barseso dengan wanita teman minum di dalam kamar menyatakan bahwa dirinya telah melanggar pada opsi yang ke 2, yaitu menzinai orang.

Semakin lama, semakin malam, semakin panas suasana bar, Barsesopun semakin reseh, seorang pengunjung menegurnya. Entah apa yang dikatakan pengunjung itu hingga Barseso marah. Lalu, pertengkaran pun terjadi.

Barseso mengambil pisau dan menancapkannya tepat di uluhati pengunjung itu, pengunjung itu roboh seketika terjerambab di lantai bersimbah darah. Tak berapa lama kemudian pengunjung itu diketahui telah meninggal dunia.

Sayang sekali, opsi nomor 1 tentang membunuh orang harus terjadi, padahal dari awal sudah wanti-wanti untuk dihindari. Dan, karena perbuatan itu, Barseso ditangkap polosi dan langsung dimasukan ke dalam sel tahanan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Di dalam sell yang sempit, dengan jumlah penghuni yang melebihi kapasitas, nyaris tak melihat seorangpun bersahabat disana. Ia merasa dirinya sudah berakhir.

"Sudah dari cukup rasanya dosa telah ku kumpulkan. Sudah terlalu banyak urusan dunia fana yang terlibat. Ternyata dunia tidak lebih indah dari sholat malam dan bertafakur di Masjid. Aku harus keluar. Sudah saatnya kududuk lebih khusuk lagi dengan tenang di dalam Masjid. Aku akan menangis sejadi-jadinya padamu Tuhan" bisiknya dalam hati.

Ia ingat si alim yang ia kenal di Masjid tempat dirinya bertafaqur. Dialah juga merupakan orang yang telah membuat hari-harinya sibuk dengan dosa sejak dari pertama mengenalnya.

Masih asik Barseso merenung, punggungnya ada yang menepuk dari belakang. Barseso terkejut bukan main, ketika menoleh ia nenatap seraut wajah yang sangat mirip dengan orang yang sedang dikhayalkan, yaitu si alim yang di Masjid itu.

"Kau!" tanya Barseso heran.

"Ssst" dia memberi isyarat untuk dirinya diam dengan melintangkan telunjuknya dibibir.

"Kita tidak banyak waktu, cepatlah keluar dan bawa koper ini baik-baik sampai kita ketemu nanti!" katanya seraya tangannya memberikan sebuah koper kepada Barseso.

Setelah koper berada ditangan Barseso, ia mempersilahkan untuk keluar. Barseso melihat sebuah lubang yang ia tunjukan dengan gerak tangannya. Barseso menatapnya sebentar dan tidak banyak kata lagi dia membungkuk dan mendorongkan badannya berusaha keluar dari lubang tersebut.

Kaburlah Barseso dari penjara nyaris tanpa kesulitan sedikitpun.  Bersambung

Kamis, 04 Juli 2019

Drona Dan Sengkuni


Kita sering mendengar nama Drona dan Sengkuni. Dua tokoh itu begitu dikenal karena karakternya yang khas. Ironisnya, khas dalam arti yang negatif, kharakternya yang negatif itulah membuat cerita menjadi tidak seru tanpa mereka.

Drona dan Sengkuni adalah merupakan dua tokoh dalam sebuah cerita. Yaitu sebuah karya sastra dari India yang sudah sangat terkenal, Mahabarata.

Di Indonesia, khususnya di Jawa, Drona dikenal dengan sapaan akrabnya, Eyang Panembahan Durna. Drona ada dalam cerita perwayangan Wayang Kulit, satu-satunya karya seni besar yang terkenal di Jawa.

Drona adalah seorang guru besar dengan segudang ilmu perang dan kesaktian yang tak tertandingkan. Oleh karena itu dia mendapat kepercayaan  mengajar  para pangeran-pangeran dari sebuah dinasti Kuru, sebuah kerajaan besar Astinapura yang  terbelah menjadi dua keturunan  yang terdiri dari anak-anak keturunan Raja Destarata yang disebut Bala Kurawa dan anak-anak keturunan Pangeran Pandu, adik raja Destarata sendiri, yang diberi nama Pandawa.

Kurawa dan Pandawa semua diajari oleh satu guru, yaitu Guru Drona, kedua kubu itu diajari oleh Drona dengan sepenuh hati dan merekapun sangat taat kepadanya.

Meski mereka dalam satu sekolah, bahkan hidup dalam satu istana, Astinapura, jurang pemisah antara kedua kubu itu tetap ada.

Di istana ada Sengkuni, kakak Gandari istri Prabu Destarasta yang tidak lebih ibu dari para Kurawa tersebut. Sengkuni merupakan orang yang cerdas dan licik.

Jurang pemisah bertambah dalam lagi ketika Sengkuni mempunyai rencana, dimulai dengan membujuk putra tertua dari Destarasta, Duryudana, yang juga keponakannya untuk menjadi putra mahkota dan duduk sebagai raja dan menyingkirkan anak-anak Pandawa. Akan tetapi dalam pemilihan putra mahkota yang terpilih justru Yudistira anak tertua dari Pandawa.

Berbagai tipu daya licik dilakukan oleh para kurawa. Semua tipu daya dan tak tik yang licik itu adalah hasil dari pemikiran   Sengkuni sebagai otaknya.

Kerusuhan dan kekacauan istana dengan sengaja diciptakan untuk mengeruhkan suasana agar keputusan terpilihnya putra mahkota dibatalkan dan digantikan Duryudana yang sudah kalah dalam pemilihan.

Dalam kepemimpinan Yudistira, anak-anak pandawa berhasil membangun istana yang sangat indah yang diberi nama Indraprasta. Duryudana iri dengan kesuksesan itu. Otak Sengkuni yang berputar menemukan cara yang tidak pernah terpikirkan oleh para kurawa, sebuah cara yang aneh dan tidak lucu tapi begitu mengena. Barangkali dalam sejarah kerajaan tidak ada cara merampas kerajaan yang sekacau ini.

Dasar Sengkuni licik, Ia membujuk Bala Kurawa untuk menantang Pandawa, tetapi bukan menantang duel, karena dia tahu, kalau duel, kemenangan pasti akan jatuh dikubu Pandawa. Tantangan itu adalah main kucluk, di Banyumas dinamakan kipyik, yaitu menebak dadu yang terlebih dahulu dikocok dan kemudian dilempar.

Sebagai satria , Pandawa tidak akan lari dari tantangan, apapun bentuk tantangannya. Sebagai satria yang gagah perkasa, pemberani dan tidak terkalahkan, akan tetapi bukan untuk bermain dadu, karena Pandawa bukan tukang judi kipyik seperti Sengkuni, hingga  Pandawapun kalah.

Istana Indraprasta yang indah telah dipertaruhkan dengan kekalahan, lebih parah lagi, istri Pangeran Pandawa sendiri tidak luput menjadi bahan taruhan. Tak perduli  istri orang, seluruh Istana dan isinya dari Pandawa diambil oleh bala Kurawa hingga tak tersisa dan jatuhlah Pandawa dalam kemiskinan, mereka tidak lagi mempunyai apa-apa.

Kekalahan bermain judi dianggap sama layaknya kekalahan dalam perang, selain harta yang dirampas, para Pandawapun menjadi tawanan yang harus menerima hukuman dengan sesuka hati mereka. Mereka di buang di hutan dengan maksud agar tersesat dan tidak bisa pulang.

Melihat ketidak adilan, masuklah dalam kisah ini Krisna. Krisna adalah raja dari  kerajaan Dwaraka, dalam perwayangan Jawa bernama, Dwarawati, yang terkenal dengan julukan, Gemah Ripah Lohjinawi Kertaraharja yang berarti, aman, tentram, adil dan makmur sentausa. Akan tetapi, hakekat sebenarnya dia adalah jelmaan dari Yang Maha Kuasa, yaitu Sang Wisnu. Dia datang dengan sebuah skenario demi tercapai sebuah keadilan didunia, memberantas angkaramurka dan ketidak sewenang-wenangan.

Skenario tersebut adalah mencari perhitungan antara kedua belah pihak dengan seadil-adilnya. Caranya adalah dengan mempertemukan mereka dalam sebuah pertempuran secara jantan dan kesatria.

Dengan wasit Sang Krisna sendiri, pertarungan tersebut terjadi antara Bala Kurawa Dan Pandawa, yang dikenal dengan nama Perang Bratayuda.

Sebagai guru dari kedua belah pihak, bagaimana dengan Guru Drona?

Sayang sekali sebagai seorang guru dari kedua belah pihak yang bertikai, semestinya dia tidak berpihak, tapi dasar Drona, meski semula sempat bimbang, akhirnya dia memutuskan untuk mendukung Kurawa, bagaimanapun Kurawa adalah putra penguasa saat itu yaitu, Destarasta yang lebih menyilaukan.

Kini Pandawa, anak-anak yang baik itu harus melawan gurunya sebagai tempat dia taat dan berbakti.
Di sisi lain, Sengkuni dan anak-anak Destarasta terutama Duryudana sangat kegirangan. Sumpah setiapun dilakukan kepada Drona, untuk berjanji memenangkan anak-anak Destarasta hingga titik darah penghabisan.

Melihat murid kesayangannya Arjuna, satu dari anggota Pandawa, Drona tidak dapat menahan tetes air matanya. Ia menyayanginya lebih dari anak sendiri, Aswatama. Dialah satu-satunya murid yang diberi senjata Brahmastra, senjata dewa yang tidak tertandingkan.

Iming-iming harta dan kemewahan melunturkan segalanya, bahkan harga dirinya sebagai seorang guru besar. Demi nafsu angkara murka Duryudana harus menang.

Kemenangan nyatanya sudah terlihat didepan mata, Duryudana tahu watak para Pandawa, sehebat apapun kepintaran ilmunya, mereka tidak  akan tega membantai guru yang sangat dihormatinya di medan perang. Namun sebaliknya, dengan kasih sayang sumpah guru Drona akan melakukannya.

"Hahahahah......." Tawanya. Sengkuni ikut juga tertawa. " Kau akan menang, keponakanku." Kata Sengkuni.

Perang Bratayuda berlangsung. Perang saudara besar antara Pandawa dan Kurawa. Skenario yang sengaja dibuat dari Sang Kuasa lewat Basudewa Krisna.

Dalam mengawal perang suci tersebut, kekuatan Krisna dibagi dua. Pasukan Narayana, bala tentara milik Prabu Krisna diberikan kepada Kurawa. Basudewa Krisna seorang bergabung bersama Pandawa. Ini juga atas pilihan Duryudana yang serakah itu. Dengan pasukan Narayana ikut bergabung, lengkaplah kekuatan besar yang ia miliki.

Satu-satunya kesalahan Duryudana adalah lupa tentang siapa Krisna. Ia menilai bahwa Krisna seorang bersama Pandawa adalah bukanlah sesuatu yang begitu berarti. Pasukan Narayana yang gagah perkasa adalah jauh lebih menguntungkan dibanding dengan seorang Krisna.

Ditengah peperangan berlangsung, Krisna duduk satu kereta mendampingi Arjuna.

Guru Drona membawa sumpah setia untuk melindungi anak-anak Destarasta ke medan perang. Dengan garang menantang Pandawa anak didiknya sendiri.

"Siapa yang berani melawan aku, majulah Pandawa, aku akan menghabisimu, karena aku harus melindungi anak-anak Destarasta" Katanya.

Semua anak-anak Pandawa kebingungan, bagaimana mereka harus melawan gurunya. Basudewa Krisna berdiri seraya mengatakan kepada Arjuna," Arjuna, hanya kau yang bisa mengalahkan guru Drona, hari ini dia adalah musuhmu.Lakukan selesaikan perang ini" Katanya.

Arjuna masih terdiam dan masih tetap dalam kebingungan. Melihat Arjuna yang tidak mau melakukan sarannya, ia kemudian melakukan sesuatu, ditekuknya ibu jari dan dihubungkan dengan jari telunjuk sehingga membentuk sebuah lingkaran, kemudian ditunjukannya lingkaran itu kepada Arjuna.

"Hai, Arjuna, panahlah lubang jariku ini, cepat!"

Arjuna melakukan apa yang diperintahkan oleh Krisna. Dengan hati-hati Arjuna melesatkan anak panah dan dengan tepat mengenai sasaran. Anak panah menembus tepat diantara jari-jari Krisna.

Arjuna tidak tahu, bahwa anak panah yang melesat dari busurnya melalui lubang jari Krisna adalah arah dimana Guru Drona berada. Anak panah itu menuju tepat ke leher Drona dan Drona terjungkal seketika hingga menghembuskan napas yang terakhir.

Disisi lain, sibuknya perang yang sedang berkecamuk, membuat Sengkuni terpisah dari pasukan dimana tempat dia berlindung. Hal itu diketahui oleh Nakula dan Sadewa, dua anak kembar adik Arjuna dari Pandawa Lima mengejarnya dengan beringas.

"Sampai kapan kau akan mengejarku, keponakanku?" Katanya ketakutan, memohon untuk dibebaskan dengan memanggil keponakan, seperti ia memanggil keponakan kesayangannya Duryudana.

Nakula dan Sadewa tidak perduli dengan air mata buayanya, mereka tetap mengejar hingga Sengkuni kelelahan dan tidak kuat lagi berlari.

"Ini perang, paman, kau adalah musuhku?" kata Nakula. Satu bogem mentah melayang tepat ke kepala Sengkuni. Sengkuni meraung kesakitan. Belum reda rasa sakit dari pukulan Nakula, mendarat satu pukulan dari Sadewa. Begitu terus bergantian, hingga Sengkuni akhirnya terkapar dan tewas.

Tewasnya Drona dan Sengkuni perang terus berlangsung dengan kemenangan dari pihak Pandawa. Seratus anak-anak Destarata mati tak satupun tersisa. 

Minggu, 17 Februari 2019

Hantu Pocong Di Tirai Pintu



Pada suatu hari Yogi menginap dirumah mendiang saudaranya. Hari itu bertepatan dengan acara selamatan 40 hari sejak hari meninggal saudaranya, yaitu anak dari paman, yang berarti saudara sepupu.

Setelah acara selamatan selesai, para undangan tahlilanpun satu persatu berpamitan pergi. Oleh pamannya yaitu ayah dari mendiang sepupu yang meninggal tersebut, Yogi diminta untuk menginap barang satu malam agar rumah tidak terlalu sepi, karena dirumah hanya paman dan bibi yang tinggal, anaknya yang lain kebetulan harus pergi kerja sift malam.

Yogi mau saja tidur dirumah itu malam itu. Ia memilih tidur disofa ruang tengah bersebelahan dengan ruang tamu yang dibatasi oleh pintu yang tidak dipasang daun pintu,tapi dipasang tirai sebagai gantinya, dimana cahaya lampu dari luar masih bisa masuk. Yang lain semua tidur dikamar masing-masing dan dikunci.

Malam itu sepi sekali. Tapi Yogi tidak perduli dengan itu. Ia berangkat tidur saja. Memejamkan mata dan dalam waktu beberapa detik, meluncurlah dia ke alam mimpi.

Tidur yang pulas dilakukan malam itu. Hari itu memang begitu capai karena pekerjaan yang cukup menyita banyak tenaga di siang harinya. Namun, sayang, kepulasan tidur itu tidak berlangsung lama.

Di tengah malam tepat pukul 0.2.00 entah kenapa mendadak ia terbangun. Ia menyadari sedang tidur dirumah orang, bukan dirumah sendiri. Hal itu membuat sedikit tidak mudah untuk segera memejamkan matanya kembali melanjutkan tidurnya.

Ia memandang setiap sudut ruangan. Sepi. Hanya angin yang sedikit kencang tiba-tiba berhembus, menggoyang- gayangkan hampir semua benda yang ada disekitarnya. Tapi, ia merasakan ada kejanggalan dengan satu sudut pandang yang sedang fokus dituju, yaitu tepat pada tirai pintu yang menuju ruang tamu.

"Kenapa tirai ruang tamu tidak bergoyang seperti benda lainnya?" Tanyanya dalam hati.

Memang ada yang aneh pada tirai pintu itu. Samar-samar lipatan kain tirai itu seperti membentuk sebuah gulungan, seperti ada benda yang terbalut oleh kain tirai tersebut.

"Apa itu?" Gumannya sambil mengangkat badannya bermaksud melihat lebih dekat memastikan apa yang terjadi.

Tenyata benda setinggi dan sebesar ukuran manusia yang terbalut kain putih tengah bertengger diam tepat pada posisi sejajar dengan tirai pintu, lengkap dengan posisi kain bagian atas kepala diikat dengan  tali yang juga berwarna putih.

Yogi merasa bulu kuduknya merinding, sesaat setelah ia menyadari yang didepannya adalah sesosok pocong. Ingin rasanya secepatnya loncat dari tempat itu, namun berat rasanya badan digerakan. Ingin berteriak sekencang kencangnya, namun sulit rasanya mulut bersuara. Ia hanya bisa terpaku didepan sekujur pocong yang diam tegar seakan sedang memandang dirinya. Dan setelah itu, ia tak ingat apa-apa lagi.

Yogi pingsan ditempat. Terbangun dengan sendirinya ketika mendengar adzan subuh berkumandang dari sebuah mushala.

Menjelang siang Yogi hanya bisa merenung, apa yang terjadi semalam begitu mengerikan. Namun demikian, pengalaman itu hanya dapat dikenang tanpa dapat dia buktikan. Ia memutuskan untuk diam tidak menceritakan hal itu kepada siapapun dan menganggap seolah-olah tidak ada apa-apa.

Muka yang pucat dianggap hanya menginginkan kopi pagi saja. Bersukur, kopi yang dibuat bibinya begitu nikmat sekali serasa menjadi obat untuk memulihkan tenaga dan jantung yang nyaris hilang semalaman akibat berjumpa dengan hantu pocong.

Jumat, 09 November 2018

Jangan Kenalkan Pacar Pada Teman Kalau Tak Ingin Kehilangan Keduanya


Ada pepatah yang tak jelas dari mana asalnya mengatakan, sebelum janur kuning melengkung di pintu gerbang cinta pada seseorang masih boleh direbut, sayang pepatah yang diragukan tanggung jawabnya itu begitu populer hingga semua orang pernah mendengarnya.

Suatu ketika datang Arif menemui sohib karibnya Ruby. Bersamanya seorang gadis cantik  Elin. Mereka baru saja jadian seminggu berlalu. Dengan senang  ia memperkenalkannya kepada Ruby. Dan merekapun berkenalan,  sebagai sahabat, ia berbagi kebahagiaan itu dengan merayakannya kecil
-kecilan dengan mentraktir minum dan ngobrol sana sini hingga keakrabanpun terjadi.

Elin, cewek yang baru diperkenalkan si Arif itu akhirnya masuk dalam dunia mereka, dunia pertemanan yang terlebih dahulu diciptakan oleh dua orang itu, yaitu Ruby dan Arif. Sebagai kekasih sohib teman kental, Ruby memperlakukan Elin tak lagi sebagai tamu, tapi sudah sebagai teman yang punya kedudukan yang sama seperti Arif. Ruby ikut berbahagia akhirnya sahabatnya mendapatkan pasangan.

Semua berlalu biasa- biasa saja. Sampai pada suatu ketika  Arif sibuk dan  Elin harus pergi potong rambut, namun, Arif tak punya  waktu untuk mengantarkannya, ia meminta Ruby untuk mengantarkan dan Rubypun tak keberatan karena dia kebetulan sedang off kerja.

Semua biasa-biasa saja, bahkan pada suatu ketika Ruby sempat  mengingatkan Arif agar  jangan terlalu super sibuk, Elin juga butuh perhatian sebagai pacar.

Pada kali selanjutnya, Arif lagi-lagi harus membatalkan pertemuan yang sudah dijanjikan pada Elin yaitu mengantarkan kerumah salah seorang teman sekolahnya karena suatu keperluan, Elin tak marah dan memaklumi keadaan itu. Namun  Elin meminta ijin pada Arif untuk menelpon Ruby kembali minta  tolong menggantikannya menemani, Arif memberi ijin asalkan dengan catatan Ruby juga tidak sibuk dan yang terpenting dia bersedia melakukan apa yang dimintanya itu.

Sebagai teman setia, jangankan sekedar menolong, berkorbanpun sudah biasa, apa lagi hanya sekedar jalan dengan gadis cantik meski itu hanya pacar temannya. Rubipun tak keberatan. Kembali sekian kalinya jalan dengan pacar temannya itu.

Ada perasaan nyaman Elin berjalan dengan Ruby, Begitu juga yang dirasakan Rubi, oleh itu, dia  tak keberatan melakukannya. Baginya pacar teman adalah temannya juga, kebahagiaan teman adalah kebahagiaannya juga. Itulah teman dalam tanda kutip.

Ada perasaan bangga ketika di jalan orang berdecak memuji kecantikannya,  mereka tak berani menggoda karena ada Ruby, mungkin mereka mengira Ruby itu cowoknya.

" Tidak apalah yang penting semua jadi aman dalam penjagaan teman yang dipercaya." Kata Arif ketika hal inipun diketahui oleh nya.

Kesibukan Arif sebagai seorang workerholik  semakin menjadi-jadi, memotong hampir semua jadwal pertemuan, kepercayaannya kepada Ruby sebagai teman setia sudah tak diragukan, bahkan ketika pada  kesempatan lain Elin jalan dengan Ruby tak perlu terlebih dahulu ijin kapada Arif.

Sementara kenyamanan dan seringnya jalan bareng diam-diam pada akhirnya membuat jalanannya sendiri. Mereka dibawa lari oleh perasaan. Perasaan itu seperti dengan sengaja menutup logika. Membawanya terdampar dipulau gersang tak berpenghuni, yang membuatnya haus mengisi jiwa yang selama ini kerontang dan kosong. Merekapun tersesat.

Witing tresna jalaran saka kulina, atau dalam bahasa inggrianya kurang lebih begini,

Love grows up because of frequency of the meeting, alias cinta tumbuh lantaran seringnya bertemu. Tak pandang bulu, siapa saja orangnya..

Dibawah pohon bambu, sore hari yang cerah, mentari masih bersinar namun terhalang oleh daun-daunnya sehingga  menciptakan tempat yang teduh. Ditempat inilalah Elin dan Ruby membuat sebuah pertemuan yang mereka sepakati tanpa melibatkan Arif.

Di atas sebuah batu berlumut, dikelilingi semak-semak, mereka duduk bersebelahan memandang jauh kedepan hamparan bambu- bambu yang bergoyang-goyang tertiup angin spoy-spoy. Saat itu bulan Desember tanggal 21, menginjak musim kemarau.

Elin   : " Rub, kenapa aku harus
              kenal kamu, ya ?"
Ruby : " Mang kenapa,
              nyesel,ya"
Elin    : " Ya, dong "

Ruby membelalakan mata
.   
Elin   : " Nyesel kenapa nggak
             lebih dulu dari teman
             kamu?"

Ruby : " Maksudmu, Arif?"

Elin tak menjawab. Ruby juga diam. Secara reflek mereka saling pandang.

Ruby :" Jujur saja, ini yang
             ingin kukatakan tapi
             rasanya
             takkan pernah bisa
             kukatakan"
      
Elin   : " So, why, kenapa tidak?"
             Selama janur kuning
             belum melengkung,
             semua
             belum berakhir"

Kratakk keteblug....! Tiba-tiba seekor ular berwarna hijau jatuh tepat dihadapan mereka. Kepalanya mendongak dan menjulurkan lidahnya yang bercabang dua menatap tajam ke arah mereka.

Melihat pemandangan itu, Elin langsung memeluk Ruby erat-erat karena sangat ketakutan. Ruby hanya tersenyum, sembari mengulurkan tangan  dan hanya sebentar tangan kekar itu  melesat menerkam tepat dibagian leher ular itu untuk kemudian membuangnya jauh-jauh.

" Secepat itu" Kata Elin melihat aksi cepat Ruby melakukan pengamanan.

Ruby : " Untuk apa lama-lama'
Elin    : " Aku ...aku kagum
            padamu "
Ruby : " Biasa aja"
Elin    : " Oh, Rub "

Elin mempererat pelukan ke tubuh Ruby, pelukan itu terasa nyeri hingga menusuk ke ulu hati, bertambah erat bertambah pedih. Terbayang sahabat yang teramat baik, Arif.

Elin   : "Aku tahu apa yang kau
             rasakan, Rub, tapi cinta
             perlu pengorbanan "

Ruby mengangkat pelan tubuh Elin dari pelukan. Tajam matanya menatap sejurus ke mata coklat bening bersinar itu. Elin hanya diam dalam papahan tangan kekar itu.

Angin sore berhembus menelusuri semua celah tak terlewatkan, memporakporandakan rambutnya terbiarkan pontang panting jatuh di kening. Menutupi wajah, lalu matanya.
Tangan Ruby bergerak merapikan rambut itu, menatanya kembali dalam setiap helaian dan aroma wangi sampo pantin yang khas.

Dari kejauhan, dari loudspeaker orang hajatan sayup-sayup terdengar lagu lama Rintoharahap ,

 ".....sudah   ku  bilang jangan kau dekati api  yang membara....kan terbakar  nanti  ,  jangan kau bawa.  dirimu dalam....mimpi......"

Ruby  :" Mampukah aku hidup
              tanpamu, Elin, tapi
              mampukah aku
              mengorbankan
              persahabatan ?"

Tak ada yang menjawab, barangkali itu pertanyaan konyol yang isinya pengkianatan yang hanya cocok dijawab oleh iblis.

Hari demi hari berlalu, musimpun berganti, mereka terus berjalan bersama benih cinta ilegal, benih cinta yang mempertaruhkan nilai kepercayaan sebagai seorang shahabat baik.

Sementara sesibuk apapun Arif, bukan berarti ia melupakan orang yang dikasihinya, orang yang ingin dijadikan teman hidup kelak. Tanggung jawab itulah salah satu dari alasan kenapa ia harus bekerja keras. Tapi, sudah dua minggu orang yang diharapkan itu mendadak sepi tak ada kabar, nomor telponnya juga tidak aktif.

Bersama dengan itu, satu-satunya orang yang biasa buat curhat setiap dirinya sedang didera persoalan adalah Ruby, sebagai teman yang paling dekat dan tahu segalanya tentang dirinya dan hubungan dengan kekasihnya, dalam hal ini adalah Elin. Akan tetapi, semua serasa hilang dan lenyap. Baik Ruby sahabatnya, maupun Elin kekasihnya. "Ada apa dengan semuanya" tanyanya dalam batin.

Dalam kagalauan, bangun tidur, ia menemukan secarik kertas seperti ada seseorang yang sengaja menaruh tepat depan pintu kontrakannya,

"Rif, maafkan kami, kami harus menjauh darimu , kami sudah mengkhianatimu kami sudah jadiankami tahu ini berat, tapi semua harus terjadi, ...
dari, sahabat dan cinta yang mengkhianarimu, Ruby dan Elin.

Bagai petir menyambar disiang hari yang cerah, membakar seluruh ornamen jiwa.
" Tidaaaaaaaaaaaaaaak !"
Suara itu menggulung bahkan lebih keras dari guntur. Sahabat sejati dan cinta. Hilang dalam satu waktu yang sama , yang ditinggal sebuah kepedihan.

Rabu, 07 November 2018

Kupu-kupu Rel Kereta Royal


Masih ada nggak, Kupu-kupu Rel Kereta Royal? Menurutku ini bukan daerah biasa, tapi juga bukan luarbiasa. Tak jelas, lah, remang-remang.

Siapa yang tidak tahu sebuah kota tua di Jakarta. Namanya "Kota". Meski banyak kota, khususnya di Daerah Ibu Kota Jakarta. Tapi jika di tanya dimana kota, pasti yang dimaksud adalah daerah itu. Karena memang itulah pertama kota di Jakarta itu ada. Sebelum akhirnya, kini semua sudut Jakarta  hampir semua sudah menjadi kota. Tapi apakah mereka semua juga tahu kalau dari sudut kota itu ada daerah yang namanya "Royal" ?

Dari segi bahasa Royal itu, kan  bahasa Inggris yang artinya istana, ya, tapi tempat itu jauh dari keadaan menggambarkan istana bahkan mungkin sebaliknya atau mungkin ada tapi sedikit. Karena saya belum pernah ke istana, jadi saya menggambarkannya seperti istana dalam dongeng.

Dalam dongeng, dalam istana itu ada banyak putri- putri cantik , sebagai pelayan raja, permaisuri, pangeran dan lain sebagainya. Dan di Royal itu juga tak kalah banyak putri-putri cantik, bahkan disitu tempat para putri-putri cantik duduk nyantai sambil minum -minum , ngobrol, bersendagurau dan semua yang bikin orang senang dan tidak pusing, lah. Terutama bagi para tamu atau pengunjung yang hatinya sedang galau merasa sepi ingin mengusir kesepian itu.

Waktu itu memang aku sedang galau dan sepi. Baru tiga hari diterima bekerja sebagai karyawan sebuah hotel kecil, namanya Grand Inn, jalan Tiang Bendera, ternyata  posisiku tidak jauh dari lokasi itu. Itupun berkat bantuan teman sama-sama satu kampung namanya Likun. Dia mengantarkIan ketempat dan pergi meninggalkanku seorang karena dia juga harus bekerja ditempat lain.

Setelah melalui tes itu dan ini, akhirnya diterima dan pekerjaanpun dimulai.
Sebagai karyawan baru, tiga hari lamanya belum cukup untuk mendapatkan teman yang benar- benar cocok  atau bahasa asingnya
satu camystry, sehingga aku tak punya kekuatan untuk mengajak salah seseorang atau beberapa dari mereka untuk mengajak main sekedar jalan-jalan atau keluar saat jam tugasnya selesai karena sudah waktunya pergantian sip. Karena jenuh berada di
mass, akhirnya aku nekat keluar juga.

Tak jauh dari tempat itu aku melangkahkan kaki tak tahu kemana tujuan yang pasti. Yang penting dapat mengusir kejenuhan, melihat, mencari apa yang bisa menghilangkan rasa itu.

Sekitar sejauh lima puluh meter berkeliling, aku melihat remang-remang sinar  lampu- lampu yang tidak terang berserakan disebuah lokasi.
" Tempat apa itu ?" tanyaku dalam batin.
Semakin dekat lagi, siluet bayangan orang-orang juga mulai kelihatan.
" Pesta kebunkah, atau judi kelutuk seperti dikampung saat ada pagelaran wayang kulit?"
Semakin dekat lagi,
" Banyak cewek-cewek, malam-malam begini, ngapain ?"

Tak ada pintu gerbang, tak ada booth tempat penjualan ticket dan  masuk lewat mana saja. Bahkan itu adalah jalur kereta api yang sesekali ada kereta lewat. Meski seolah masinis sudah tahu manakala lewat lokasi itu kereta melaju sangat pelan dengan tidak lupa klakson dan lampu. Tapi tetap saja kereta laju dan melindas apa saja yang ada di relnya.

Ada panggung terbuka yang menyanyikan kebanyakan lagu-lagu dangdut. Ada pedagang minuman, bangku sebagai tempat duduk, meja untuk menaruh minuman, makanan dan lampu remang-remang.

Ada satu cewek yang kebetulan lagi duduk sendiri dibangku tanpa sedang terlibat obrolan dengan seseorang yang ada disana.
Aku           : " Boleh numpang
                      duduk?"
Cewek itu : " Oh,ya, silakan,
                      mas ?"
Aku langsung saja duduk disebelah cewek itu. Dan seorang ibu penjual minuman menawarkan minum dan aku langsung  memesan dua teh botol yang satu buat sendiri dan yang satu buat cewek itu. Sekedar jamuan, dari cewek itu mungkin bisa kudapatkan sesuatu.
Aku           : " Tempat apa ini,
                      mba ?"
     
Disitu pertanyaan terrlalu jujur sepertinya sulit dijawab.
Cewek itu : "Tempat apa, yah..?"
(Yang ditanya malah bertanya)
                   " Yah tempat gituan,
                      lah "
Ya sudah, tak kupersoalkan kenapa harus tahu tempat apa  itu, topik pembicaraan ku ganti.
Aku  : " Lalu, mba sedang apa
             sih, disini ?"
Cewek itu memandangku, seperti meyakinkan bahwa dia memang baru melihat aku malam itu. Pecaya kepada pertanyaan lugu dan jujur seadanya itu, cewek itupun akhirnya menjawab.
Cewek itu : " Cari pacar, mas "
Jawaban terus terang tapi menurutku terlalu telak dan kurang basa basi. Aku jadi teringat pada guru bahasaku dulu pernah menerangkan, jika dimalam hari cewek bla bla bla itu namanya kupu- kupu malam. Inikah kupu-kupu malam itu ?

Semakin malam keadaan semakin bertambah ramai, cewek-cewek yang tadinya hanya beberapa orang senantiasa bertambah jumlahnya, seiring petambahan itu, bertambah juga pengunjung yang rata-rata berjenis kelamin laki-laki. Mereka datang melihat-lihat, saling bekenalan, berbincang-bincang dan tak lama kemudian jalan bergandengan menuju sebuah lorong, masuk dan menghilang.
Cewek itu : " Turun, yuh?"
Aku           : " Turun ke mana ?"
Cewek itu : ( mengarahkan pandangannya ke arah cowok-cowok yang berjalan menggandeng cewek yang baru digaetnya dengan sekejap tanpa ada kesulitan)
                  : " Tuh, mereka udah
                      pada mau turun ?"
Belum sempat aku bilang, ya, tiba-tiba datanglah seorang cowok menghampirinya.
Cowok itu : " Hai honey !"
Cewek itu : " Hai...!"
Mereka berjabat bagai selebeitis saling memeluk, mencium, dan.
" Aku turun dulu, ya " pamitnya kepadaku dan meninggalkan aku begitu saja seorang diri.

Berdua mereka pergi, sedikitpun tiada tergambar rasa bersalah diwajahnya, dengan mesranya bergandengan tangan masuk ke lorong dan merekapun menghilang seperti pasangan-pasangan lain sebelumnya.

Selanjutnya aku masih bisa melihat banyak cewek-cewek yang lainnya masih pada nongkrong, cowok-cowok yang masih mondar mandir, mungkin mereka belum ada bidikan yang sreg, yang cocok, tapi ada juga satu cewek yang dikerumuni beberapa cowok, ada yang asyik mengobrol , ada yang memilih mondar mandir pindah-pindah tempat duduk.
Kalau ada yang menyebut mereka dengan sebutan kupu-kupu malam sungguh kurasa sebuah julukan yang bijak. Lihatlah mereka beterbangan kesana kemari, sesekali hinggap, beraneka warna dibias sorot lampu temaram.

Adakah cinta yang lebih suci daripada ditempat ini.

Selasa, 25 September 2018

Bertemu Jodoh Saat Mau Bunuh Diri


Jodoh manusia adalah misteri Yang Maha Kuasa. Dimana  dan dengan siapa dipertemukan tidak ada seorangpun yang tahu. Manusia hanya bisa merencanakan namun Tuhan yang menentukan. Oleh karena itu manusia tidak bisa memaksakan cinta seseorang untuk bersanding dengan orang tertentu sesuai kehendak yang tidak datang dari hati yang paling dalam , apalagi hanya demi sebuah keuntungan semata, karena cinta sendiri itu tidak matre, melainkan suci, murni dan mulia, tetapi manusia yang telah menodainya, cintapun diperkosa demi hawa nafsunya.

Cinta bisa datang dan pergi, jika ia harus  pergi , biarlah dia pergi, tak usah ditangisi. Rencana Tuhan lebih baik daripada  recana kita, baik menurut kita belum tentu baik menurut Tuhan, begitu juga sebaliknya. Jodoh pasti akan datang pada suatu saat yang tepat, setiap manusia pasti ada takdirnya, semua sudah diatur oleh Sang Pencipta.

Sakit dan kecewa  tentu ada, terutama bagi yang menjadi korban kepalsuan cinta,  namun  bukan berarti segalanya harus berakhir, janganlah  kita mau diperbudak oleh perasaan. Apalagi harus kehilangan segala galanya.

Seperti kisah  tidak  romantis ini, yaitu kisah antara Tarjan dan Tursinah (Tutur). Ketika kedua sijoli  dipertemukan jodohnya saat mereka sama-sama mau melakukan bunuh diri. Sebelumnya, cerita  panjang yang pahit masing-masing mereka lalui  bak cerita dalam novel.

Tarjan, umur 26 tahun. Ketika itu pemuda yang lugu dan bersahaja itu harus putus asa, kecewa, malu dan bingung campur aduk menjadi satu, semua membawanya hidup dalam kekacauan. Kejadiannya berawal dari  beberapa hari menjelang pernikahan, suatu peristiwa harus terjadi yang membuat pernikahan yang dinanti-nanti itu batal.

Segala tetek bengek persiapan acara pernikahan telah dipersiapkan, hari dan tanggal  pelaksanaan sudah ditentukan, lebih jauh lagi, undangan sudah terlanjur disebar luaskan, namun, wanita yang mau dinikahi tiba-tiba menghilang  entah kemana rimbanya. Dalam persembunyiannya dia memberi kabar lewat telepon, menyuruh untuk membatalkan rencana acara pernikahan, ia menyatakan bahwa ia pergi bersama mantan pacar sebelumnya dan merencanakan akan menikah.

Siapa yang tidak sakit mendapatkan masalah seperti ini, apalagi untuk anak desa seperti Tarjan yang cenderung lugu dan pemalu tinggal dalam masyarakat desa yang masih kental dengan budaya kasak kusuk, gunjing nenggunjing, terutama para ibu-ibu  sedang berpetan ria (mencari kutu di rambut orang), berita-berita miring akan menjadi topik yang sangat menarik sebagai pengiring mencari kutunya.

Belum lagi, bagaimana mengatakan kepada sanak keluarga tentang pembatalan ini, Jawaban apa nanti pada tamu yang datang karena sudah terlanjur mendapat undangan pesta.

Kejadian ini  benar-benar menjadi sebuah pukulan telak, tidak tahu harus berbuat apa, mau mengadu kepada siapa, mau protes pada siapa. Yang ada hanyalah rasa malu yang tak tertahankan, dalam kondisi seperti ini, bujukan setanlah yang akhirnya  menjadi pemenang. Ia dibawanya ke jalan yang sesat,  jalan yang dianggap paling praktis untuk mengahiri segalanya, jalan yang paling bijaksana banyak dilakukan orang yang tidak lagi punya harapan hidup, bunuh diri. Solusinya.

Diatas jembatan setinggi 50 meter diatas air yang mengalir deras dari hulu sungai Logawa lereng Gunung Slamet, Purwokerto, sebuah keputusan sudah final. Tinggal satu langkah lagi untuk seorang Tarjan terjun dan segalanya selesai.

Itu menurut pikiran Tarjan. Baginya kematian adalah bagian akhir dari segala-galanya, termasuk segala rasa yang sedang meluluh lantakan hatinya. Wajar kalau dia ingin melakukan. Semua tindakan pasti ada motiv dengan harapan keuntungan yang terkandung didalamnya.

Memandang kebawah jauh sana deras air sungai mengalir diantara batu-batu putih berkejaran. Seekor burung gagak bertengger diam. Tajam tatapannya seperti melihat mangsa. Atau sedang berharap beberapa saat lagi ada satu mayat membusuk untuk santapan malamnya. Ia perlu menepis keraguan, kalau hawa angker dan ngeri itu bisa mempengaruhi niatnya dan ia harus fokus pada rencana semula.

Sekarang yang harus dipikirkan adalah kaki mana yang akan didahulukan untuk melompat. Ini adalah detik-detik perpisahan dengan semua yang ada didunia, teman-teman, orang tua, keluarga dan semua yang disayanginya. Beberapa menit kemudian semua akan berbeda.

Langkah itu tertunda ketika tiba-tiba  melihat seorang gadis yang juga akan melakukan hal yang sama, diatas jembatan yang sama tidak jauh dari dirinya berada.

Gadis itu sedang melakukan persiapan untuk meloncat terjun. Namun hal itu gagal dilakukan karena Tarjan  tanpa banyak pikir lagi langsung berteriak, "Tunggu....!" ia menghampiri gadis itu dengan secepat kilat menyambar tubuhnya dan menariknya kembali ke atas jembatan.

Gadis itu adalah Tursinah (Tutur), 21 tahun yang sedang hamil 2 bulan karena kecelakaan, namun lelaki yang menghamilinya tidak mau bertanggung jawab. Lebih dari itu, ia juga diusir oleh orang tuanya lantaran mereka tidak mau ikut menanggung malu akibat aib itu.

Dalam dekapan Tarjan, Tursinah  hanya bisa menangis. Setelah pergumulan hebat dilakukan untuk mengangkat kembali tubuhnya yang sudah terkilir.

"Sabar, mba, semua masalah dapat dicarikan solusinya, tapi tidak dengan seperti ini " kata Tarjan selanjutnya.

Gadis  cantik bertubuh semampai itu terus menangis, menatap sendu kepada Tarjan. Tarjan masih belum percaya dengan apa yang baru saja dilakukan. Membayangkan seandainya dirinya gagal menyambar tubuhnya dan kmudian melihat gadis itu jatuh dari ketinggia 50 meter dibawah sungai yang penuh batu.

Entah kenapa ada perasaan tak  rela jika gadis yang didekapnya itu mati sia-sia, padahal dia sendiri sadar, keberadaannya ditempat yang sama itu mungkin dalam rencana yang sama pula. Dan rencana itu mendadak menjadi buyar, lantaran tanpa disengaja harus terlibat  dalam peristiwa nekad yang sudah lebih dulu dilakukan oleh gadis itu. Setidaknya masih ada kesempatan untuk mengatakan  bahwa dia tidak sendiri didunia ini.

Angin sore melintas perlahan menghempaskan daun-daun bambu yang tumbuh rimbun disekitar jembatan. Seekor burung gagak terbang menjauh sambil berteriak dengan suaranya yang kas. Seakan kecewa karena gagal menyaksikan tontonan kematian yang biasa tak pernah gagal  terjadi di Jembatan itu.

Peristiwa itu menjadi momentum mereka berdua, bahwa semua kejadian ada hikmahnya. Membuktikan bahwa mati, rejeki dan jodoh adalah urusan yang di atas. Manis dan getirnya hidup adalah romantika, juga kadang sebuah ujian untuk mencapai jalan selanjutnya menjadi lebih bahagia. Sadar atau tidak, mereka telah melakukan hal yang luar biasa yang konsekwensinya adalah nyawa, tapi berakhir dengan sebuah pertemuan dengan orang yang bernasib sama..

Mungkin karena nasib yang sama, peristiwa itu membuat mereka jadi akrab, ada yang lain mereka rasakan, kenyamanan, kejujuran dan keterus terangan. Seperti terbangun dari mimpi buruk, mereka kemudian saling berpegangan dan  berbincang tentang semua problema yang membutuhkan orang yang tepat untuk mencurahkannya. Dia sudah mendapatkannya.

Tarjanpun merasa tersanjung ketika Tursinah  mengatakan " Kau telah menyelamatkan nyawaku, aku tak tahu seandainya tidak ada kamu, "

Semakin lama semakin kebersamaan langkah tercipta, semakin berkembang pula benih-benih cinta yang semakin hari semakin indah, membawa serta mereka untuk move on dari penderitaan masing-masing.

Semua rasa sakit kurasakan hanyalah sekejap, sekarang aku benar-benar mendapatkan gantinya. Apa jadinya jika aku sukses dengan rencanaku yaitu melakukan bunuh diri. Dan aku membawa penderitaan itu sampai mati pada waktu yang tak bertepi.

Ternyata masih ada keindahan  yang bisa kurasakan. Setelah sekian lama menganggap semua itu tak akan lagi ada akibat rasa sakit hati yang mendera menutup segalanya.

Tarjan akhirnya memutuskan untuk meminang Tursinah, setelah menceritakan kepada keluarganya masing-masing apa yang telah terjadi.

"Dia satria penyelamat saya. Semua peristiwa telah menuntun ku kepada seorang pemuda pujaan yang sesungguhnya. Dan aku akan bahagia menjalani bahtera hidup disisinya. Mungkin ini yang namanya jodoh, dimana saja bisa bertemu, meski disebuah tempat yang tidak mungkin."  Ujar Tursinah.

Demikian, akhirnya merekapun menikah. Tursinah tampak cantik sekali dengan gaun pengantin yang dikenakannya. Tarjan juga bagai seorang pangeran dengan baju ala keratonnya. Semua keluarga dan pengunjung antri berjalan  satu persatu  menyalaminya, ada juga yang cipika cipiki.

Malam pesta perkawinan yang semarak. Malam pesta perkawinan yang dipenuhi dengan kebahagiaan. Bahkan air matapun, air mata bahagia. Lagu "Tak Ingin Sendiri"  oleh Bunga Citra Lestari mengalun  di sound system mengiringi acara pesta. 

Selasa, 14 Agustus 2018

Cerita Si Ande-Ande Lumut



Lirik lagu Ande-Ande Lumut


Ibu Randa       :            SiAnde, si Ande..Ande-Ande Lumut
                                    Temuruna ana putri auauaeng,
                                    Putrine kang ayu rupane,
                                    Kleting Abang, iku kang dadi asmane

Ande-Ande Lumut :    Bu..ibu, kulo mboten purun,
                                    Bu..ibu, kulo mboten kreso,
                                    Putri wau sisane si Yuyu kangkang

Ibu Randa       :          SiAnde, si Ande..Ande-Ande Lumut
                                   Temuruna ana putri auauaeng,
                                   Putrine kang ayu rupane,
                                   Kleting Ijo, iku kang dadi asmane

Ande-Ande Lumut :   Bu..ibu, kulo mboten purun,
                                   Bu..ibu, kulo mboten kreso,
                                   Putri wau sisane si Yuyu kangkang

Ibu Randa       :          SiAnde, si Ande..Ande-Ande Lumut
                                   Temuruna ana putri auauaeng,
                                   Putrine kang ayu rupane,
                                   Kleting Biru, iku kang dadi asmane

Ande-Ande Lumut :   Bu..ibu, kulo mboten purun,
                                   Bu..ibu, kulo mboten kreso,
                                   Putri wau sisane si Yuyu kangkang

Ibu Randa       :            SiAnde, si Ande..Ande-Ande Lumut
                                    Temuruna ana putri auauaeng,
                                    Putrine kang ayu rupane,
                                    Kleting Kuning, iku kang dadi asmane

Ande-Ande Lumut :    Bu..ibu, kulo bade turun,
                                    Bu..ibu, kulo inggih kreso,
                                    Putri wau ingkang sanget kulo tersnani

Ini adalah duet antara Ibu Randa (ibu angkat Ande-Ande Lumut) dengan Ande-Ande Lumut, dalam sebuah kisah dongeng atau cerita rakyat yang populer.

Pada jaman dahulu kala, ada seorang pangeran, yaitu putra dari Raja Kahuripan,yang bernama, Raja Erlangga. Kerajaan Kahuripan terpaksa harus dibelah menjadi dua karena menghindari perang antar saudara keluarga kerajaan, yaitu Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala.

Suatu hari sebelum Raja Erlangga meninggal,ia berpesan untuk menyatukan kembali kerajaan tersebut.Dan kedua kerajaan tersebut akhirnya sepakat menyatukan kedua kubu kerajaan dengan cara menikahkan Pangeran dari Kerajaan Jenggala, yaitu Raden Panju Asmara Bangun dengan putri cantik Dewi Sekartaji dari Kerajaan Kediri.

Namun keputusan untuk menikahkan Pangeran Panji Asmara Bangun dengan Putri Sekartaji ditentang oleh istri kedua dari kerajaan kediri.Ia menginginkan Pangeran Panji menikah dengan anak kandungnya yaitu Intan Sari untuk kemudian menjadi Ratu Jenggala.Lalu, ia merencanakan untuk menculik Dewi Sekartaji dan ibu kandungnya.

Suatu hari, Raden Panju datang ke Kerajaan Kediri untuk menikah Dewi Sekartaji. Namun, Putri Sekartaji diketahui menghilang tak tahu rimbanya. Melihat itu, pangeran panji sangat kecewa.

Melihat itu, ibu tiri Dewi Sekartaji membujuknya untuk tetap dilangsungkan pernikahan dengan mengganti kedudukan Dewi Sekartaji dengan anak kandungnya yaitu Intan Sari.Mendengar usulan itu, Pangeran langsung menolaknya.

Kekecewaan yang ia rasakan membuat Pangeran Panji memutuskan untuk pergi guna mencari Putri Sekar Taji dan juga Ibunya.Ia menyamar dengan mengganti namanya menjadi Ande-Ande Lumut.

Suatu hari,Pangeran bertamu dengan seorang perempuan tua yang sedang kesusahan dan ia langsung menolongnya. Orang tua itu bernama Mbok Randa. Akhirnya, mbok Randa mengangkatnya sebagai anak angkat dan tinggal ditumah Mbok Randa.

Suatu hari, Ande-Ande Lumut meminta ibu angkatnya untuk mengumumka bahwa ia sedang mencari calon istri.Melihat ketampanan dan kebaikan Ande-Ande Lumut, gadis-gadis dari segala penjuru di dareah itu berbondong-bondong datang mengikuti sayembara untuk dapat kepilih menjadi calon istrinya.

Sementara, Putri Sekartaji dan ibunya, nyi Candrawulan berhasil membebaskan diri dari sekapan ibu tirinya. Mereka mengirimkan pesan ke Kerajaan Kediri dengan burung merpati.

Mengetahui bahwa Putri Sekar dan Ibunya bisa lolos dan mengirimkan surat, Intan Sari dan ibunya melarikan diri.Betapa bahagia Putri Sekar dan berniat untuk segera bertemu dengan Pangeran Panji. Namun, harapan itu sirna karena Pangeran Panji sudah pergi entah kemana.

Kini, giliran iapun harus pergi juga mencari Pangeran Panji.Hingga ia bertemu dengan sebuah keluarga dan ia bersedia untuk Putri Sekartaji tinggal sementara sampai ia berhasil menemukan Pangeran Panji Asmarabangun.Dikeluarga itu ada tiga orang anak gadis dan menjadi emapat dengan

Putri Sekar.Tiga gadis itu masing-masing bernama,kleting abang,keling ijo dan kleting biru. Untuk menyesuaikan, Putri Sekartajipun ikut berganti nama menjadi, kleting kuning.

Kabar tentang Ande-Ande Lumut yang terkenal si anak angkat mbok Randa yang tampan itu,terdengan ke telinga empat gadis itu. Akhirnya ibu gadis-gadis itu menyuruh anak-anaknya pergi menemui Ande-Ande Lumut.

Merekapun segera berangkat, akan tetapi mereka hanya berangkat bertiga yaitu, Kleting Abang, Kleting Biru dan Kleting Ijo, sedangkan Kleting Kuning tak bisa ikut serta, karena harus menyalasaikan tugas pekerjaan yang harus diselesaikan.

Mereka bertiga berebut saling mendahului untuk secepat mungkin ketemu dengan Ande-Ande Lumut dan dipilih menjadi calon istrinya.

Ditengah jalan ia ketemu dengan sebuah sungai yang mereka tidak tahu bagaimana menyeberangnya. Namun tanpa diduga datanglah seorang pemuda yang mengaku bernama Yuyu Kangkang. Si Yuyu Kangkang itu menawarkan jasa untuk membantu menyeberangkan mereka bertiga asalkan dengan satu sarat setelah ia berhasil menyeberangkan, ia harus menciumnya.Tak ada jalan lain, kecuali mereka menerima tawaran itu jika ingin dapat menyeberangi sungai yang besar itu.

Lalu, satu persatu diseberangkanlah mereka dan satu persatu dicium oleh si Yuyu Kangkang tanpa terkecuali.Sesampainya di rumah mbok Randa, mereka langsung memperkenalkan diri satu persatu. Melihat yang datang adalah gadis yang cantik-cantik itu, mbok Randapun segera memanggil si Ande-Ande Lumut itu seperti dalam nyanyian yang tertulis diatas.

Namun sayang, satu persatu mereka harus ditolak oleh Ande-Ande Lumut, ia tahu bahwa ia hanyalah sisanya si Yuyu Kangkang.

Sementara itu setelah menyelesaikan pekerjaan, Kleting Kuningpun menyusul ke desa Dadapan berniat ikut pula sayembara pemilihan calon istri pemuda yang sedang menjadi buah bibir karena ketampanannya itu.

Sama dengan nasib ketiga saudara angkatnya ketiga kleting yang telah berangkat mendahuluinya, iapun harus berhadapan dengan si Yuyu Kangkang yang menawarkan jasanya dengan imbalan menciumnya sebagai upah.

Iapun menerima tawaran si Yuyu itu dan naiklah kepunggungnya dan penyeberanganpun dilakukan. Tapi, setelah tiba diseberang, ia mengolesi pipi halusnya dengan segenggam lumpur yang ia ambil didekatnya.

Ketika Yuyu Kangkang hendak menciumnya, diperlihatkannya pipinya yang berpoles lumpur dan melihat pipi Kleting Kuning yang dipoles lumpur, Yuyu Kangkang tak mau menciumnya.

Tiba-tiba Ande-Ande Lumut terkejut melihat Kleting Kuning datang. Mbok Randa sangat heran ketika akhirnya, setelah banyak gadis yang cantik-cantik datang menghampiri, tapi yang dipilih adalah Kleting Kuning yang kotor dan berlumpur.

Akhirnya mbok Randapun tidak bisa ngomong apa-apa. Ia mengikuti saja Ande-Ande Lumut menghampiri gadis itu. Dan Kleting Kuningpun terkejut melihat Ande-Ande Lumut tidak lain adalah tunangannya, Raden Panji Asmara Bangun.

Akhirnya, de depan semua orang, Kleting Kuning langsung mengubah diei menjadi Putri Sekartaji yang cantik jelita.

Semua orang sangat terkejut dan juga ketiga saudara angkatnya, lebih-lebih setelah mengingat perlakuannya kepada dirinya yang tidak baik, ternyata itu adalah Putri Sekartaji.

Tak lama kemudian mereka juga dikejutkan oleh Ande-Ande Lumut yang membuka dirinya yang tidak lain adalah Pangeran Raden Panji.

Berbahagialah kedua sijoli tersebut karena dapat bertemu kembali akhirnya. Dan Pangeran Panji akhirnya langsung membawa Putri Sekartaji dan Mbok Randa, ibu angkatnya ke Kerajaan Jenggala. Merekapun segera melangsungkan pernikahan.

Akhirnya Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala bersatu kembali.

Kamis, 09 Agustus 2018

7 Kebanggaan Dikaruniai Anak Shalih


Anak Shalih adalah anak yang senantiasa mendoakan orang tuanya. Dalam kehidupan anak shalih taat kepada orang tuanya, rajin menjalankan ibadah dan bertindak tanduk mencerminkan akhlak yang mulia (akhlakul kharimah)

Beruntunglah orang yang dikaruniai anak yang shalih daripada sebaliknya yaitu anak yang durhaka kepada orang tua, pembangkang dan berperilaku sehari-hari tidak baik.

Dibawah ini 7 kebanggaan dikaruniai anak shalih.

1. Doa anak shalih dikabulkan.

Rasulullah bersabda, "Apabila manusia mati, terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat,  dan anak shalih yang mendoakan untuk orang tuanya." (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Bayangkan jika kita memiliki anak shalih dalam jumlah yang banyak dan mereka semua mendoakan kita. Bukankah itu sebuah pahala yang luar biasa?

2. Ditambah umurnya

Rasululkah bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan menangguhkan umur seseorang apabila ia telah sampai ajalnya. Penambahan umur itu hanyalah apabila menganugerahkan keturunan yang shalih kepada seorang hamba. Orang tuanya didoakan, maka sampailah doa ke alam kuburnya." (HR. Hakim dari Abu Darda)

3. Diangkat derajatnya disisi Allah

Rasulullah menerangkan bahwa, setelah meninggal dunia, derajat orang masih bisa diangkat. Si mayit yang merasa diangkat derajatnya terkejut dan berkata, "Ya Allah, apa ini?" maka akan dijawab, "Itu karena anakmu selalu memintakan ampun untukmu". (HR. Al-Bukhari dalam Adab Mufrad, dari Abu Hurairah)

4. Anak shalih selalu menjaga keluarga
  Anak shalih tentu akan menjaga nama keluarga terutama orang tua. Ketika keluarganya punya masalah, maka ia akan mencari solusi dan merahasiakan aib itu dari orang lain. Jangankan mencemarkan nama baik keluarga, berkata "ah" kepada orang tuanya saja dia tidak akan berani.

5. Selalu menasehati keluarga

Anak shalih akan paham bahwa kepatuhan dia kepada Allah adalah salah satu hasil dari pendidikan orang tua dan keluarganya. Oleh karena itu, dia akan berusaha menasehati keluarganya yang menyelenceng dari aturan agama. Allah berfirman, "Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu". (QS. At-Tahrim: 6)

6. Orang tua akan mendapat pujian

Ketika orang tua punya anak yang shalih yang segala tindak tanduknya mencerminkan akhlak mulia, maka orang tua akan mendapat pujian dari orang lain. Orang akan membicarakan dan meminta pendapatnya tentang bagaimana cara mendidik anak supaya menjadi anak yang shalih.

7. Anak  shalih meringankan beban orang tua

Anak shalih akan selalu berusaha meringankan permasalahan yang dihadapi orang tua. Ia akan tahu diri dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Bukan malah membebani orang tua.

Referensi : buku berjudul "Ya Allah Diakah Jodohku", Mencari bidadari yang sesuai hati nurani, Burhan Sodiq.

Sabtu, 09 Desember 2017

BUKAN ROMEO DAN YULIET DI TRANGGULASIH



Sepasang remaja jatuh cinta,
dibawah asuhan dewi asmara,
Dihiasi cahya purnama,
Disaksikan bintang-bintang sejuta,

Saling janji dan setia ,
Hidup rukun danai selamanya,
Membina rumah tangga,
sampai nanti dihari tua ,

Cinta itu suci dan mulia,
Jika tak ternoda nafsu yang hina,
Rasa cinta itu bahagia,
Kalau bukan hanya inginkan harta,

Suka duka bersama,
Seiring sejalan seirama,
Tahan uji dan derita,
Hidup pasti bagai di surga,

Sungguh indah cita-cita mereka,
Smoga bahagia selamanya,

Lagu sang legendaris Koesplus itu masih sempat terdengar, meski telah lapuk dimakan jaman, namun, masih terkandung makna yang sangat dalam.

Bak sontrek sebuah film yang mengisahkan sebuah percintaan, mengiringi Damen dan Mariah yang kebetulan lagi duduk beriringan di bukit Tranggulasih, yaitu sebuah bukit yang dikenal dengan tempatnya nongkrong bagi muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Dua remaja itu memang sedang jatuh cinta. Tapi sayang kebablasan. Cinta mereka benar-benar dikuasai oleh dewi asmara, sehingga ia lupa dengan batasnya.

Mariah kecelakaan. Mariah hamil. Peristiwa ini begitu memukul dirinya. Bukan cuma malu, tapi karir sekolahnya yang hancur, pergaulan dan semua ceria masa mudanya yang indah terancam berakhir. Masa depan pahit tergambar di sana. Kehancuran dirasakan sedang menghadang.

"Kiamaaaat!" Teriaknya dalam gelap, disaksikan bintang-bintang sejuta.

Setelah berbagai cara dipikirkan, keputusan akhir yang ditemui adalah bayi dalam kandungan harus digagalkan, ia harus digugurkan.

Tapi semudah itukah, perbuatan itu adalah hasil hubungan dengan Damen. Tentu diapun harus terlibat dalam keputusan. Dan setelah di diskusikan bersama, benar saja Damen tidak setuju dengan rencana itu. Perselisihanpun terjadilah. Padahal untuk menyatukan sebuah perselisihan saja bukan hal yang mudah dan waktunyapun akan lama, sementara keputusan itu sudah benar-benar mendesak.

Hari-hari terus merangkak. Penampilan perut Mariahpun semakin berubah, ia semakin nampak membuncit dan membuncit. Sementara Damen tetap pada pendiriannya yaitu tidak setuju dengan rencana kekasihnya untuk membunuh janin yang ada dalam kandungan itu. Banyak orang berdo'a dan memohon-mohon pada Sang Kuasa agar dikaruniai seorang anak saja, belum tentu permohonan dikabulkan. Anak adalah kepercayaan Tuhan kepada yang dititipinya. Jika itu dtolak, betapa bodohnya manusia. Apa lagi sampai berusaha untuk membunuhnya. Berapa dosa yang harus ditanggung. Apapun yang terjadi, anak itu harus lahir. Damen tetap kukuh dengan pendiriannya.

Begitu seterusnya perselisihan itu tak kunjung selesai hingga perut Mariah keburu benar-benar membuncit hingga sampai pada batas waktunya bayi itu harus lahir.

Dan lahirlah seorang bayi perempuan. Lucu dan cantik. Mariah melihat Damen dengan sayangnya menimang bayi itu. Ia berteriak." Buang bayi itu, atau kau singkirkan jauh-jauh dari aku, mas !"

Capai sudah ia berdebat. Damen berpikir bahwa dengan lahirnya seorang bayi yang lucu dia akan berubah pikiran, tapi nyatanya tidak. Ia tetap menolak. Sungguh ia tak menyangka kekasihnya bakal menjadi seorang ibu yang sekejam itu. Ia seperti tak punya naluri sama sekali. Sebagai seorang ibu ia benar-benar jahat.  "Aku tak ingin kelak mempunyai istri yang jahat dan tak punya perasaan." batinnya.

Akhirnya Damen memutuskan pergi dengan membawa bayi itu. Sebagai tanggung jawab atas semua perbuatan yang telah ia lakukan. Tak diketahui kemana ia pergi.Yang jelas, ia pergi dengan membawa kekecewaa atas sikap kekasihnya.

...........................................................................................................................


Hari terus berganti, tahun terus berlalu dan musimpun berubah. Mariah tak lagi berhubungan dengan Damen. Begitu juga Damen. Nomor telepon mereka tak lagi ada yang aktif. Kisah cinta mereka bagai pupus begitu saja. Kisah cinta yang sama sekali tidak seperti Romeo dan Yuliet. Juga mungkin tak baik untuk ditiru.

Kehidupan Mariah yang kembali dalam kebebasannya adalah fakta bahwa dia sesungguhnya belum ingin kehilangan keceriaan masa mudanya. Dia kembali berdandan seperti remaja-remaja yang masih perawan lainnya. Ia juga masih tak kalah cantiknya dengan mereka. Tak sulit untuk bergabung lagi disana. Dunia remaja yang penuh dengan gemerlap. Dia tak ubahnya kupu-kupu kertas yang terbang kembali kedalam lampu temaram, hinggap dari tempat yang satu ketempat yang lainnya. Mariah telah menemukan kembali masa-masa indah itu.

Tidak ada pesta yang tak berakhir. Semua kepuasan dalam hidup mungkin bisa direngkuh tapi tak selamanya manusia tetap dalam satu tahap yang sama. Seiring usia, tahapan demi tahapan hidup pasti akan dilaluinya. Semua akan mengarah pada suatu titik kemana sebetulnya arah tujuan manusia di tahap selanjutnya. Hingar bingarpun akhirnya akan meredup. Bukan tidak mungkin duniapun akan kembali jatuh dalam kesunyian.

Mungkin tak sekejam yang dibayangkan. Bekas luka parah masa lalu yang sudah seperti tato, sebetulnya tak akan mudah dihapus, ternyata hanya menghitung waktu sampai kapan ia harus menipu diri. Sejak kepergian anak yang telah dilahirkan dari rahimnya adalah qodrat, kerap kali menghantui pikiran Mariah. Ia sering melamun membayangkan kisah hidupnya dan ketika ia sadar bahwa ia telah mencampakan darah dagingnya.

Tranggulasih sedikit lagi menjelang fajar. Ditempat itulah ia selalu kembali untuk merenungi nasibnya. Para pengunjung sudah mulai siap untuk melihat indahnya matahari terbit yang sedang ditunggu. Suara gaduh mulai memecah kesunyian. Rame pedagang menawarkan kopi dan makanan-makanan pagi yang lain, kesibukan pengunjung mempersiapkan kamera dan ciak-miak suara anak-anak juga tak ketinggalan menghiasinya.

Tak sadar pandangan Mariah tertumbuk pada seorang gadis kecil dan seorang laki-laki bersamanya. Mungkin  dia adalah ayahnya. Empat tahun kepergian kekasihnya Damen yang membawa serta anaknya membuat ia berpikir bahwa anaknya juga sebaya dan selucu anak itu.

Yang dipandang menoleh. Mariah tersenyum. Melihat senyum Maria anak itu membalas juga dengan senyum.

Mata bening itu, tangan mungil itu. Ingin ia mendekapnya, menciumnya dan membopongya pergi. Mata Mariah berkaca-kaca tanpa berkedip tak sabar memandang gadis tak berdosa itu.

"Ibu...." panggilnya.

Matahari masih teramat gelap untuk terbit dari peraduan.Cahaya mesih teramat pekat untuk dikatakan pagi ceria. Angin malam masih tersisa dan masih membawanya dalam kedingin. Mariah tersadar dari lamunan. Mariah meneteskan air mata.Dan akan selalu kembali melakukan itu, entah sampai kapan batas waktu.Mungkin sampai air matanya mengering. Sampai gila bahkan sampai mati. Penyesalan tinggalah penyesalan.