Minggu, 17 Februari 2019

Hantu Pocong Di Tirai Pintu



Pada suatu hari Yogi menginap dirumah mendiang saudaranya. Hari itu bertepatan dengan acara selamatan 40 hari sejak hari meninggal saudaranya, yaitu anak dari paman, yang berarti saudara sepupu.

Setelah acara selamatan selesai, para undangan tahlilanpun satu persatu berpamitan pergi. Oleh pamannya yaitu ayah dari mendiang sepupu yang meninggal tersebut, Yogi diminta untuk menginap barang satu malam agar rumah tidak terlalu sepi, karena dirumah hanya paman dan bibi yang tinggal, anaknya yang lain kebetulan harus pergi kerja sift malam.

Yogi mau saja tidur dirumah itu malam itu. Ia memilih tidur disofa ruang tengah bersebelahan dengan ruang tamu yang dibatasi oleh pintu yang tidak dipasang daun pintu,tapi dipasang tirai sebagai gantinya, dimana cahaya lampu dari luar masih bisa masuk. Yang lain semua tidur dikamar masing-masing dan dikunci.

Malam itu sepi sekali. Tapi Yogi tidak perduli dengan itu. Ia berangkat tidur saja. Memejamkan mata dan dalam waktu beberapa detik, meluncurlah dia ke alam mimpi.

Tidur yang pulas dilakukan malam itu. Hari itu memang begitu capai karena pekerjaan yang cukup menyita banyak tenaga di siang harinya. Namun, sayang, kepulasan tidur itu tidak berlangsung lama.

Di tengah malam tepat pukul 0.2.00 entah kenapa mendadak ia terbangun. Ia menyadari sedang tidur dirumah orang, bukan dirumah sendiri. Hal itu membuat sedikit tidak mudah untuk segera memejamkan matanya kembali melanjutkan tidurnya.

Ia memandang setiap sudut ruangan. Sepi. Hanya angin yang sedikit kencang tiba-tiba berhembus, menggoyang- gayangkan hampir semua benda yang ada disekitarnya. Tapi, ia merasakan ada kejanggalan dengan satu sudut pandang yang sedang fokus dituju, yaitu tepat pada tirai pintu yang menuju ruang tamu.

"Kenapa tirai ruang tamu tidak bergoyang seperti benda lainnya?" Tanyanya dalam hati.

Memang ada yang aneh pada tirai pintu itu. Samar-samar lipatan kain tirai itu seperti membentuk sebuah gulungan, seperti ada benda yang terbalut oleh kain tirai tersebut.

"Apa itu?" Gumannya sambil mengangkat badannya bermaksud melihat lebih dekat memastikan apa yang terjadi.

Tenyata benda setinggi dan sebesar ukuran manusia yang terbalut kain putih tengah bertengger diam tepat pada posisi sejajar dengan tirai pintu, lengkap dengan posisi kain bagian atas kepala diikat dengan  tali yang juga berwarna putih.

Yogi merasa bulu kuduknya merinding, sesaat setelah ia menyadari yang didepannya adalah sesosok pocong. Ingin rasanya secepatnya loncat dari tempat itu, namun berat rasanya badan digerakan. Ingin berteriak sekencang kencangnya, namun sulit rasanya mulut bersuara. Ia hanya bisa terpaku didepan sekujur pocong yang diam tegar seakan sedang memandang dirinya. Dan setelah itu, ia tak ingat apa-apa lagi.

Yogi pingsan ditempat. Terbangun dengan sendirinya ketika mendengar adzan subuh berkumandang dari sebuah mushala.

Menjelang siang Yogi hanya bisa merenung, apa yang terjadi semalam begitu mengerikan. Namun demikian, pengalaman itu hanya dapat dikenang tanpa dapat dia buktikan. Ia memutuskan untuk diam tidak menceritakan hal itu kepada siapapun dan menganggap seolah-olah tidak ada apa-apa.

Muka yang pucat dianggap hanya menginginkan kopi pagi saja. Bersukur, kopi yang dibuat bibinya begitu nikmat sekali serasa menjadi obat untuk memulihkan tenaga dan jantung yang nyaris hilang semalaman akibat berjumpa dengan hantu pocong.

0 komentar:

Posting Komentar