Sheh siti Jenar adalah salah seorang wali yang memiliki ajaran dianggap menyimpang daripada wali sanga dan akhirnya dihukum mati. Satu ajarannya yang menyatukan hamba dengan Penciptanya yaitu: Manunggaling Kawulo Gusti, yang berarti menyatunya pencipta dan yang diciptakan.
Proses hukuman mati dengan cara di tusuk dengan keris genta naga. Pada tusukan pertama terdengar suara keras seperti benturan besi, para wali bilang," Allah kok tubuhnya seperti besi".
Sheh Siti Jenar menjawab" Coba tusuk sekali lagi!"
Lalau, salah seorang dari sembilan walipun kembali menusukan keris genta naga keperut Sheh Siti Jenar.
Yang terjadi adalah Sheh Siti Jenar menghilang, para wali tidak mau kalah dan terus mengambil siasat dengan mengatakan, "Katanya kau rela menghadapi kematian ini, kenapa kau menghilang?"
Mendengar itu, Sheh Siti Jenar muncul menjelma kembali dengan minta ditusuk untuk ketiga kalinya.
Tusukan ke tiga kalinyapun dilakukan, yang terjadi adalah Sheh mengeluarkan darah putih dari bekas tusukannya.
Melihat itu, Para Wali masih juga mengatakan, " Allah, kok darahnya putih kaya cacing?"
Mendengar semua serba dikomentari, Sheh Siti Jenar bangkit, bekas tusukan keris menghilang seketika dan dia bengun dengan segar dan sehat seperti tak terjadi apa-apa.
" Lalu kematian seperti apa yang engkau inginkan?" kata Sheh Siti Jenar menyerahkan.
" Kematian sebagai orang biasa yaitu Abdul Jalil (nama asli dari Sheh Siti Jenar) dengan tubuh lemas hingga napas berhenti"Pinta Dewan Wali Sanga.
Lalu pada tusukan terakhir, Sheh Siti Jenarpun mati dengan kematian yang wajar sebagai manusia biasa.
Apa kesalahan Sheh Siti Jenar hingga sampai segitunya? Itu yang teman tanyakan, kan.
Sangat rancu untuk bicara kesalahan atau dosa pada Sheh Siti Jenar, hanya Allah sendiri yang tahu. Terutama setelah teman membaca lebih lanjut kisah ini.
Ajarannya yang fenomenal dan kematiannya yang seperti sengaja dikaburkan ini, hingga kini membuat orang bertanya-tanya. Ceritanya membuatnya menjadi tidak kalah terkenal dengan ketenaran wali sanga itu sendiri.
Sheh Siti Jenar memiliki ajaran rahasia tentang hamba dan tuhannya yang terkenal dengan sebutan "Manunggaling Kawula Gusti" yang artinya, Bersatunya hamba dengan Tuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mudeng. Oleh karena itu tidak dapat dibeberkan di depan publik, salah- salah akan menimbulkan konflik. Jadi lebih baik disembunyikan agar tidak membingungkan umat.
Dalam sudut pandang lain dianggap rekayasa colonial yaitu bagian dari tak tik penjajah dalam memecah belah umat untuk kemudian menguasai.
Jika ini dasar dari kesalahannya, Dia bersalah atau tidak hanya Allah yang tahu.
Semakin disembunyikan, malah orang jadi penasaran, inilah kisahnya.
Karena ilmu yang diajarkanya itu berbeda dengan yang diajarkan para Wali sanga, Wali Sanga mengadakan sidang atas ijin kesultanan sebagai penguasa Demak kala itu, yaitu Raden Patah, menyangkut desas desus tersebut dengan mengundang Sheh Siti Jenar langsung ke persidangan.
Setelah berkumpul para wali dan pejabat kerajaan terkait, diperintahlah dua orang santri menjemput Sheh Siti Jenar.
Dengan sopan santri tersebut berkata" Sheh Siti Jenar di mohon kehadirannya dalam sidang para wali di kesultanan"
Sheh Siti Jenar menjawab: "Disini tidak ada Sheh Siti Jenar, melainkan Allah"
Lalu utusan santri itu kembali dengan mengatakan alasan Sheh Siti Jenar yang tidak mau datang. Lalu Wali menyuruh mereka kembali lagi.
"Katakan pada dia, Allah diminta datang ke persidangan" katanya.
Santri utusan itupun kembali ke tempat Sheh Siti Jenar.
" Allah sedang ditunggu di persidangan" kata santri utusan.
" Disini tidak ada Allah, melainkan Sheh Siti Jenar" jawab Sheh Siti Jenar.
Arti dari jawaban Sheh Siti Jenar disini adalah, Dalam diri Sheh Siti Jenar ada Allah dan Di Allah ada Sheh Siti Jenar. Nggak mudeng, kan?
Pergumulan ilmu yang dikuasainya yaitu ilmu tasyawuf orang yang bernama asli Abduljalil memang dalam. Dalam naskah negara Kartabumistarga 3, buku 77, disebutkan bahwa Abduljalil dewasa pergi menuntut ilmu ke persia dan tinggal di Bagdad selama 17 tahun. Ia berguru kepada seorang mullah Si'ah muntadhor bernama Abdull Malik Albagdadi atau Siah imamiyah dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan agama.
Kesukaanya ilmu tasyawuf, membawanya berguru kepada Sheh Akhmad yang menganut aliran Akhmaliah yang jalur silsilahnya sampai ke Abu bakar asidiq r . a. Selain itu dia juga menganut torekot Sathoriah dari Sheh Datuk Kafi.
Disiplin ilmu yang diperoleh dari negeri yang merupakan pusat peradaban Islam dunia membuat pandangan-pandangan Sheh Datuk Abdul Jalil bergeser dari kelaziman.
Ilmu tasyawuf yang berdiri tegak diatas fenomena pengetahuan intinitif bersumber dari kalbu, oleh Sheh Siti Jenar diformulasikan sedemikian rupa bersama ilmu filsafat, mantek atau logika.
Pengetahuan intinitif yang merupakan pangkal dari kerahasian dijabarkan dengan cara terbuka melalui bahasa filosofis. Sheh Siti Jenar beranggapan bahwa pengetahuan ma'rifat atau ginostik yang bersifat supra rasional tidak harus dijabarkan dengan kode yang bersifat mistis yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, namun sebaliknya, pengetahuan ginostik harus bisa dijelaskan dengan logika yang rasional dan bisa diterima oleh akal.
Menurutnya, hidup didunia ini adalah kematian, dan sebaliknya, apa yang disebut sebagai kematian adalah awal dari kehidupan yang haqiqi dan abadi.
Dalam konsep yang lain yaitu , Manunggaling kawula gusti dibantah oleh beberapa penulis Sheh Siti Jenar menjelaskan.
Kurang lebih sekitar tahun 1404, Sheh Siti Jenar dilahirkan, merupakan masih keturunan Nabi Muhammad dari garis keturunan Siti Fatimah dan Ali bin Abitholib.
Pada tahun 1475, dimasa kesultanan Demak, Sheh Siti Jenar mengembangkan ajaran Sufi yang dinilai bertentangan dengan ajaran Wali Songo. Ajaran Manunggaling Kawula Gusti dianggapnya ajaran sesat. Parawali dan ulama di wilayah kekuasaan Demak kala itu termasuk Sheh Siti Jenar hanya diberi wewenang mengajarkan shahadat dan touhid, sementara Sheh Siti Jenar dikabarkan berani mengajarkan ilmu ma'rifat dan hakikat. Maka digelarlah forum akan pertanggung jawaban ajaran Sheh Siti Jenar, sebagian besar anggota Walisongo hadir dan memberikan argumen penyanggahan tentang ketuhanan yang diyakini Sheh Siti Jenar.
Bagi Sheh Siti Jenar inti paling mendasar tentang shahadat dan touhid adalah manunggal atau bersatu. Artinya, seluruh ciptaan Tuhan akan kembali menyatu dengan yang menciptakan, yaitu Manunggaling Kawula Gusti.
Banyak argumen yang berpendapat, konsep tersebut pengaruh dari primbon jawa, padahal dalam kitab Jawa yang mengangkat tentang dirinya yang berjudul, Suluk Sheh Siti Jenar, Beliau jelas-jelas menggunakan kalimat, Fana wal Baqo. Kalimat itu sangat berbeda penafsirannya dengan manunhgaling kawula gusti. Istilah fana wal baqo merupakan ajaran thouhid.
Allah berfirman: "Kulu sai'in haalikhun ilaa wajahu" artinya kurang lebih: " Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali dzat Allah.
Sheh Siti Jenar adalah penganut Touhid dan Sufi sejati.
Yang dalam cerita hidupnya dikenal berakhir dengan dihukum mati oleh Para Wali Songo. Entah benar atau tidak, cerita itu sudah lama bergulir dan banyak ditulis dalam berbagai literatur.
Akan tetapi, dimana beliau dikuburkan, dimana petilasannya hingga sekarang masih misteri.
Beberapa literatur menuliskan, setelah beberapa detik kematiannya, tiba-tiba berbau harum dan disekitar muncul cahaya indah bak pelangi. Wali songopun tertegun dan serta merta mereka menciuminya.
Kemudian untuk menhindari banyak penafsiran, mereka menggantinya dengan jasad binatang agar ia berbau layaknya orang yang mati dihukum dan jasad Sheh Siti Jenar entah di bawa ke mana. Itu juga cerita yang belum jelas darimana sumbernya. Semuanya masih kabur hingga sekarang perihal tentang kematian seorang Sheh Siti Jenar.
Sheh Siti Jenar yang disebut juga Ulama Abangan, karena berhasil melaraskan ilmu kejawen yang selaras dengan Islam dan memangkas yang bertentangan, sehingga dapat terhindar dari kesesatan yang sesungguhnya seperti patah ditengah jalan, akan tetapi, tidak dipungkiri, ajaran yang masih tersisa diam-diam masih banyak dicari. Secara diam-diam juga dia memiliki pengagum yang tidak sedikit, anehnya para pengagum tersebut berasal dari orang Islam sendiri.
Sesatkah dia, seperti yang diputuskan para Wali? Wallahu A'lam, tentunya.