Jumat, 09 November 2018

Jangan Kenalkan Pacar Pada Teman Kalau Tak Ingin Kehilangan Keduanya


Ada pepatah yang tak jelas dari mana asalnya mengatakan, sebelum janur kuning melengkung di pintu gerbang cinta pada seseorang masih boleh direbut, sayang pepatah yang diragukan tanggung jawabnya itu begitu populer hingga semua orang pernah mendengarnya.

Suatu ketika datang Arif menemui sohib karibnya Ruby. Bersamanya seorang gadis cantik  Elin. Mereka baru saja jadian seminggu berlalu. Dengan senang  ia memperkenalkannya kepada Ruby. Dan merekapun berkenalan,  sebagai sahabat, ia berbagi kebahagiaan itu dengan merayakannya kecil
-kecilan dengan mentraktir minum dan ngobrol sana sini hingga keakrabanpun terjadi.

Elin, cewek yang baru diperkenalkan si Arif itu akhirnya masuk dalam dunia mereka, dunia pertemanan yang terlebih dahulu diciptakan oleh dua orang itu, yaitu Ruby dan Arif. Sebagai kekasih sohib teman kental, Ruby memperlakukan Elin tak lagi sebagai tamu, tapi sudah sebagai teman yang punya kedudukan yang sama seperti Arif. Ruby ikut berbahagia akhirnya sahabatnya mendapatkan pasangan.

Semua berlalu biasa- biasa saja. Sampai pada suatu ketika  Arif sibuk dan  Elin harus pergi potong rambut, namun, Arif tak punya  waktu untuk mengantarkannya, ia meminta Ruby untuk mengantarkan dan Rubypun tak keberatan karena dia kebetulan sedang off kerja.

Semua biasa-biasa saja, bahkan pada suatu ketika Ruby sempat  mengingatkan Arif agar  jangan terlalu super sibuk, Elin juga butuh perhatian sebagai pacar.

Pada kali selanjutnya, Arif lagi-lagi harus membatalkan pertemuan yang sudah dijanjikan pada Elin yaitu mengantarkan kerumah salah seorang teman sekolahnya karena suatu keperluan, Elin tak marah dan memaklumi keadaan itu. Namun  Elin meminta ijin pada Arif untuk menelpon Ruby kembali minta  tolong menggantikannya menemani, Arif memberi ijin asalkan dengan catatan Ruby juga tidak sibuk dan yang terpenting dia bersedia melakukan apa yang dimintanya itu.

Sebagai teman setia, jangankan sekedar menolong, berkorbanpun sudah biasa, apa lagi hanya sekedar jalan dengan gadis cantik meski itu hanya pacar temannya. Rubipun tak keberatan. Kembali sekian kalinya jalan dengan pacar temannya itu.

Ada perasaan nyaman Elin berjalan dengan Ruby, Begitu juga yang dirasakan Rubi, oleh itu, dia  tak keberatan melakukannya. Baginya pacar teman adalah temannya juga, kebahagiaan teman adalah kebahagiaannya juga. Itulah teman dalam tanda kutip.

Ada perasaan bangga ketika di jalan orang berdecak memuji kecantikannya,  mereka tak berani menggoda karena ada Ruby, mungkin mereka mengira Ruby itu cowoknya.

" Tidak apalah yang penting semua jadi aman dalam penjagaan teman yang dipercaya." Kata Arif ketika hal inipun diketahui oleh nya.

Kesibukan Arif sebagai seorang workerholik  semakin menjadi-jadi, memotong hampir semua jadwal pertemuan, kepercayaannya kepada Ruby sebagai teman setia sudah tak diragukan, bahkan ketika pada  kesempatan lain Elin jalan dengan Ruby tak perlu terlebih dahulu ijin kapada Arif.

Sementara kenyamanan dan seringnya jalan bareng diam-diam pada akhirnya membuat jalanannya sendiri. Mereka dibawa lari oleh perasaan. Perasaan itu seperti dengan sengaja menutup logika. Membawanya terdampar dipulau gersang tak berpenghuni, yang membuatnya haus mengisi jiwa yang selama ini kerontang dan kosong. Merekapun tersesat.

Witing tresna jalaran saka kulina, atau dalam bahasa inggrianya kurang lebih begini,

Love grows up because of frequency of the meeting, alias cinta tumbuh lantaran seringnya bertemu. Tak pandang bulu, siapa saja orangnya..

Dibawah pohon bambu, sore hari yang cerah, mentari masih bersinar namun terhalang oleh daun-daunnya sehingga  menciptakan tempat yang teduh. Ditempat inilalah Elin dan Ruby membuat sebuah pertemuan yang mereka sepakati tanpa melibatkan Arif.

Di atas sebuah batu berlumut, dikelilingi semak-semak, mereka duduk bersebelahan memandang jauh kedepan hamparan bambu- bambu yang bergoyang-goyang tertiup angin spoy-spoy. Saat itu bulan Desember tanggal 21, menginjak musim kemarau.

Elin   : " Rub, kenapa aku harus
              kenal kamu, ya ?"
Ruby : " Mang kenapa,
              nyesel,ya"
Elin    : " Ya, dong "

Ruby membelalakan mata
.   
Elin   : " Nyesel kenapa nggak
             lebih dulu dari teman
             kamu?"

Ruby : " Maksudmu, Arif?"

Elin tak menjawab. Ruby juga diam. Secara reflek mereka saling pandang.

Ruby :" Jujur saja, ini yang
             ingin kukatakan tapi
             rasanya
             takkan pernah bisa
             kukatakan"
      
Elin   : " So, why, kenapa tidak?"
             Selama janur kuning
             belum melengkung,
             semua
             belum berakhir"

Kratakk keteblug....! Tiba-tiba seekor ular berwarna hijau jatuh tepat dihadapan mereka. Kepalanya mendongak dan menjulurkan lidahnya yang bercabang dua menatap tajam ke arah mereka.

Melihat pemandangan itu, Elin langsung memeluk Ruby erat-erat karena sangat ketakutan. Ruby hanya tersenyum, sembari mengulurkan tangan  dan hanya sebentar tangan kekar itu  melesat menerkam tepat dibagian leher ular itu untuk kemudian membuangnya jauh-jauh.

" Secepat itu" Kata Elin melihat aksi cepat Ruby melakukan pengamanan.

Ruby : " Untuk apa lama-lama'
Elin    : " Aku ...aku kagum
            padamu "
Ruby : " Biasa aja"
Elin    : " Oh, Rub "

Elin mempererat pelukan ke tubuh Ruby, pelukan itu terasa nyeri hingga menusuk ke ulu hati, bertambah erat bertambah pedih. Terbayang sahabat yang teramat baik, Arif.

Elin   : "Aku tahu apa yang kau
             rasakan, Rub, tapi cinta
             perlu pengorbanan "

Ruby mengangkat pelan tubuh Elin dari pelukan. Tajam matanya menatap sejurus ke mata coklat bening bersinar itu. Elin hanya diam dalam papahan tangan kekar itu.

Angin sore berhembus menelusuri semua celah tak terlewatkan, memporakporandakan rambutnya terbiarkan pontang panting jatuh di kening. Menutupi wajah, lalu matanya.
Tangan Ruby bergerak merapikan rambut itu, menatanya kembali dalam setiap helaian dan aroma wangi sampo pantin yang khas.

Dari kejauhan, dari loudspeaker orang hajatan sayup-sayup terdengar lagu lama Rintoharahap ,

 ".....sudah   ku  bilang jangan kau dekati api  yang membara....kan terbakar  nanti  ,  jangan kau bawa.  dirimu dalam....mimpi......"

Ruby  :" Mampukah aku hidup
              tanpamu, Elin, tapi
              mampukah aku
              mengorbankan
              persahabatan ?"

Tak ada yang menjawab, barangkali itu pertanyaan konyol yang isinya pengkianatan yang hanya cocok dijawab oleh iblis.

Hari demi hari berlalu, musimpun berganti, mereka terus berjalan bersama benih cinta ilegal, benih cinta yang mempertaruhkan nilai kepercayaan sebagai seorang shahabat baik.

Sementara sesibuk apapun Arif, bukan berarti ia melupakan orang yang dikasihinya, orang yang ingin dijadikan teman hidup kelak. Tanggung jawab itulah salah satu dari alasan kenapa ia harus bekerja keras. Tapi, sudah dua minggu orang yang diharapkan itu mendadak sepi tak ada kabar, nomor telponnya juga tidak aktif.

Bersama dengan itu, satu-satunya orang yang biasa buat curhat setiap dirinya sedang didera persoalan adalah Ruby, sebagai teman yang paling dekat dan tahu segalanya tentang dirinya dan hubungan dengan kekasihnya, dalam hal ini adalah Elin. Akan tetapi, semua serasa hilang dan lenyap. Baik Ruby sahabatnya, maupun Elin kekasihnya. "Ada apa dengan semuanya" tanyanya dalam batin.

Dalam kagalauan, bangun tidur, ia menemukan secarik kertas seperti ada seseorang yang sengaja menaruh tepat depan pintu kontrakannya,

"Rif, maafkan kami, kami harus menjauh darimu , kami sudah mengkhianatimu kami sudah jadiankami tahu ini berat, tapi semua harus terjadi, ...
dari, sahabat dan cinta yang mengkhianarimu, Ruby dan Elin.

Bagai petir menyambar disiang hari yang cerah, membakar seluruh ornamen jiwa.
" Tidaaaaaaaaaaaaaaak !"
Suara itu menggulung bahkan lebih keras dari guntur. Sahabat sejati dan cinta. Hilang dalam satu waktu yang sama , yang ditinggal sebuah kepedihan.

0 komentar:

Posting Komentar