Sabtu, 09 Desember 2017

BUKAN ROMEO DAN YULIET DI TRANGGULASIH



Sepasang remaja jatuh cinta,
dibawah asuhan dewi asmara,
Dihiasi cahya purnama,
Disaksikan bintang-bintang sejuta,

Saling janji dan setia ,
Hidup rukun danai selamanya,
Membina rumah tangga,
sampai nanti dihari tua ,

Cinta itu suci dan mulia,
Jika tak ternoda nafsu yang hina,
Rasa cinta itu bahagia,
Kalau bukan hanya inginkan harta,

Suka duka bersama,
Seiring sejalan seirama,
Tahan uji dan derita,
Hidup pasti bagai di surga,

Sungguh indah cita-cita mereka,
Smoga bahagia selamanya,

Lagu sang legendaris Koesplus itu masih sempat terdengar, meski telah lapuk dimakan jaman, namun, masih terkandung makna yang sangat dalam.

Bak sontrek sebuah film yang mengisahkan sebuah percintaan, mengiringi Damen dan Mariah yang kebetulan lagi duduk beriringan di bukit Tranggulasih, yaitu sebuah bukit yang dikenal dengan tempatnya nongkrong bagi muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Dua remaja itu memang sedang jatuh cinta. Tapi sayang kebablasan. Cinta mereka benar-benar dikuasai oleh dewi asmara, sehingga ia lupa dengan batasnya.

Mariah kecelakaan. Mariah hamil. Peristiwa ini begitu memukul dirinya. Bukan cuma malu, tapi karir sekolahnya yang hancur, pergaulan dan semua ceria masa mudanya yang indah terancam berakhir. Masa depan pahit tergambar di sana. Kehancuran dirasakan sedang menghadang.

"Kiamaaaat!" Teriaknya dalam gelap, disaksikan bintang-bintang sejuta.

Setelah berbagai cara dipikirkan, keputusan akhir yang ditemui adalah bayi dalam kandungan harus digagalkan, ia harus digugurkan.

Tapi semudah itukah, perbuatan itu adalah hasil hubungan dengan Damen. Tentu diapun harus terlibat dalam keputusan. Dan setelah di diskusikan bersama, benar saja Damen tidak setuju dengan rencana itu. Perselisihanpun terjadilah. Padahal untuk menyatukan sebuah perselisihan saja bukan hal yang mudah dan waktunyapun akan lama, sementara keputusan itu sudah benar-benar mendesak.

Hari-hari terus merangkak. Penampilan perut Mariahpun semakin berubah, ia semakin nampak membuncit dan membuncit. Sementara Damen tetap pada pendiriannya yaitu tidak setuju dengan rencana kekasihnya untuk membunuh janin yang ada dalam kandungan itu. Banyak orang berdo'a dan memohon-mohon pada Sang Kuasa agar dikaruniai seorang anak saja, belum tentu permohonan dikabulkan. Anak adalah kepercayaan Tuhan kepada yang dititipinya. Jika itu dtolak, betapa bodohnya manusia. Apa lagi sampai berusaha untuk membunuhnya. Berapa dosa yang harus ditanggung. Apapun yang terjadi, anak itu harus lahir. Damen tetap kukuh dengan pendiriannya.

Begitu seterusnya perselisihan itu tak kunjung selesai hingga perut Mariah keburu benar-benar membuncit hingga sampai pada batas waktunya bayi itu harus lahir.

Dan lahirlah seorang bayi perempuan. Lucu dan cantik. Mariah melihat Damen dengan sayangnya menimang bayi itu. Ia berteriak." Buang bayi itu, atau kau singkirkan jauh-jauh dari aku, mas !"

Capai sudah ia berdebat. Damen berpikir bahwa dengan lahirnya seorang bayi yang lucu dia akan berubah pikiran, tapi nyatanya tidak. Ia tetap menolak. Sungguh ia tak menyangka kekasihnya bakal menjadi seorang ibu yang sekejam itu. Ia seperti tak punya naluri sama sekali. Sebagai seorang ibu ia benar-benar jahat.  "Aku tak ingin kelak mempunyai istri yang jahat dan tak punya perasaan." batinnya.

Akhirnya Damen memutuskan pergi dengan membawa bayi itu. Sebagai tanggung jawab atas semua perbuatan yang telah ia lakukan. Tak diketahui kemana ia pergi.Yang jelas, ia pergi dengan membawa kekecewaa atas sikap kekasihnya.

...........................................................................................................................


Hari terus berganti, tahun terus berlalu dan musimpun berubah. Mariah tak lagi berhubungan dengan Damen. Begitu juga Damen. Nomor telepon mereka tak lagi ada yang aktif. Kisah cinta mereka bagai pupus begitu saja. Kisah cinta yang sama sekali tidak seperti Romeo dan Yuliet. Juga mungkin tak baik untuk ditiru.

Kehidupan Mariah yang kembali dalam kebebasannya adalah fakta bahwa dia sesungguhnya belum ingin kehilangan keceriaan masa mudanya. Dia kembali berdandan seperti remaja-remaja yang masih perawan lainnya. Ia juga masih tak kalah cantiknya dengan mereka. Tak sulit untuk bergabung lagi disana. Dunia remaja yang penuh dengan gemerlap. Dia tak ubahnya kupu-kupu kertas yang terbang kembali kedalam lampu temaram, hinggap dari tempat yang satu ketempat yang lainnya. Mariah telah menemukan kembali masa-masa indah itu.

Tidak ada pesta yang tak berakhir. Semua kepuasan dalam hidup mungkin bisa direngkuh tapi tak selamanya manusia tetap dalam satu tahap yang sama. Seiring usia, tahapan demi tahapan hidup pasti akan dilaluinya. Semua akan mengarah pada suatu titik kemana sebetulnya arah tujuan manusia di tahap selanjutnya. Hingar bingarpun akhirnya akan meredup. Bukan tidak mungkin duniapun akan kembali jatuh dalam kesunyian.

Mungkin tak sekejam yang dibayangkan. Bekas luka parah masa lalu yang sudah seperti tato, sebetulnya tak akan mudah dihapus, ternyata hanya menghitung waktu sampai kapan ia harus menipu diri. Sejak kepergian anak yang telah dilahirkan dari rahimnya adalah qodrat, kerap kali menghantui pikiran Mariah. Ia sering melamun membayangkan kisah hidupnya dan ketika ia sadar bahwa ia telah mencampakan darah dagingnya.

Tranggulasih sedikit lagi menjelang fajar. Ditempat itulah ia selalu kembali untuk merenungi nasibnya. Para pengunjung sudah mulai siap untuk melihat indahnya matahari terbit yang sedang ditunggu. Suara gaduh mulai memecah kesunyian. Rame pedagang menawarkan kopi dan makanan-makanan pagi yang lain, kesibukan pengunjung mempersiapkan kamera dan ciak-miak suara anak-anak juga tak ketinggalan menghiasinya.

Tak sadar pandangan Mariah tertumbuk pada seorang gadis kecil dan seorang laki-laki bersamanya. Mungkin  dia adalah ayahnya. Empat tahun kepergian kekasihnya Damen yang membawa serta anaknya membuat ia berpikir bahwa anaknya juga sebaya dan selucu anak itu.

Yang dipandang menoleh. Mariah tersenyum. Melihat senyum Maria anak itu membalas juga dengan senyum.

Mata bening itu, tangan mungil itu. Ingin ia mendekapnya, menciumnya dan membopongya pergi. Mata Mariah berkaca-kaca tanpa berkedip tak sabar memandang gadis tak berdosa itu.

"Ibu...." panggilnya.

Matahari masih teramat gelap untuk terbit dari peraduan.Cahaya mesih teramat pekat untuk dikatakan pagi ceria. Angin malam masih tersisa dan masih membawanya dalam kedingin. Mariah tersadar dari lamunan. Mariah meneteskan air mata.Dan akan selalu kembali melakukan itu, entah sampai kapan batas waktu.Mungkin sampai air matanya mengering. Sampai gila bahkan sampai mati. Penyesalan tinggalah penyesalan.

0 komentar:

Posting Komentar