Jumat, 24 Juli 2020

Harga Burung Jongkangan



Burung Jongkangan semakin diminati oleh banyak penghobi burung. Burung yang sekitar 5 tahunan lalu belum dikenal sekarang berhasil diperkenalkan ke penjuru daerah di tanah air, bahkan mungkin sudah sampai ke luar negeri.
Siapa yang memperkenalkan burung unik tersebut adalah tidak lepas dari pemikat burung itu sendiri. Sejak para pemikat burung menelusuri hutan, burung jongkangan selalu ada disekitar titik lokasi mereka menancapkan alat pikatnya. Namun, kehadirannya tak pernah dianggap karena masih banyak burung lain yang lebih menghasilkan. Bukan karena suaranya, tapi karena rating nya yang masih rendah. Mereka tidak lebih dari burung sampah yang sangat murah.

Seorang pemikat mengakui sudah lama takjub dengan suara burung tersebut, akan tetapi burung yang satu itu tak pernah sekalipun kunjung terjerat jaring penangkapnya. Burung itu terlalu gesit lari disemak-semak dan menghilang, tak lama kemudian terdengar kicau lantangnya.

Karena sulitnya dijerat, lagi pula burung belum dikenal, dijualpun tidak akan laku. Begitu pikir mereka hingga diabaikannya begitu saja, mereka lebih tertarik burung yang masih mudah dipikat dan ada harganya.

Masih melimpah ruah jumlahnya kala itu. Untuk hutan Gunung Slamet, misalnya, masih banyak burung bagus, seperti Cocak Ijo, Cililin (Orang daerah ini menyebutnya, Burung Wedusan), Kanis Merah (Disini dulu dinamakan, Manuk Sangga Lemah), Langa Lingi Kebon tledekan lokal( Disini bernama, Cinggoling), Cocak Jenggot ( Disini dulu dinamakan, Brewes), dan masih banyak yang lain.

Burung, seperti pentet (Cendet), Cucak Wilis, Ciblek, Cocak Ranti ( disini dinamakan, Ketilang Ijo) tidak diperioritaskan untuk ditangkap, karena tidak ada harganya. Hal itu termasuk burung Jongkangan. 

Seiring berjalannya waktu, penangkapan burung semakin sulit, mungkin akibat dari tidak seimbangnya pertumbuhan populasi dengan penangkapan yang semakin gencar dari sana sini, membuat jenis burung yang tadinya diabaikan mulai dilirik.

Burung jongkangan yang berseliweran disekitar daerah penangkapan menjadi salah satunya yang diperhitungkan. Jika diamati, burung Jongkangan memiliki suara kicau yang sejajar dengan Langa Lingi Kebon atau yang dikenal dengan nama Tledekan lokal. Keduanya memiliki suara dasar nyuling dengan lagu tertentu yang lantang dan monoton. Variasi lagu dan isian dibongkar didalam kriwikannya. Jika burung telah mapan, suara yang dihasilkan dari kriwikan bisa pula terdengar keras.

Perbedaan dari keduanya berada pada warna suara saja, nenurut saya. Jongkangan lebih tegas dan terasa pedas ditelinga, sedangkan Tledekan Lokal dengan sulingnya yang lembut mendayu-dayu. Jarang orang kaget karena mendengar gemprongannya.

Jika pada Jongkangan, orang yang didekatnya bisa kaget mendengar letusannya yang tiba-tiba, kadang itu malah menjadi nilai tambah bagi para penggemar tukang suling pada umumnya. Sifat yang sama juga dimiliki pada Jongkangan yang gacor, dia berkicau tidak mengenal waktu. Pada malam hari selama ada sinar lampu maka dia akan terus berkicau. Memungkinkan acara ngopi dimalam hari tetap dapat ditemani.

Lalu, bagaimana dengan harganya?

Mengenai so'al harganya, masih memp rihatinkan untuk burung sehebat tledekan ini. Untuk harga sekarang, dibandingkan dengan Tledekan Lokal Gunung Selamet, masih bagaikan bumi dan langit. 

Untuk bahan Jongkangan tangkapan tua di Daerah lereng Gunung Selamet dalam ombyokannya dibandrol Rp. 40.000,' Bahan muda hutan (trotol) dibandrol, Rp. 70.000,"

Coba, bandingkan dengan Tledekan lokal tua yang baru tangkap bisa laku Rp. 500.000," Sedangkan, yang muda hutan bisa laku Rp. 700.000,"an.

Bagi penggemar tledekan lokal yang tak mampu membeli karena harganya yang super tinggi, Jongkangan dapat menjadi alternatif. Disamping terjangkau, stoknya juga masih banyak dipasaran.

0 komentar:

Posting Komentar