Kabut asap tiba-tiba menebal, sementara Tarsun sudah
terpisah dari groupnya, dia sudah
berteriak , tapi semua diam tak ada satupun sautan balik dari yang dipanggilnya,” secepat itukah perpisaha n
terjadi, sedang kan ia merasa baru beberapa menit terlepas dari formasi
gandengan tangan antara satu dengan teman group yang lainnya”. Pikirnya. “Aku
telah berbuat kesalahan. Sekarang ,keselamatan pendakian ini tergantung diriku
sendiri”. Dia harus keluar dari daerah putih penuh kabut itu, tapi kemana , ia
hanya bisa mencoba berjalan tanpa arah dan tanpa tujuan yang jelas, sementara
kabut semakin pekat menutupi semua pemandangan dan jalan.
Ia berdiri diam , berdoa kepada Yang Maha Kuasa untuk
diberikan keselamatan dan perlindungannya. Dan tak lama do’a yang khusuk itu
pun terjawab, t iba-tiba angin berhembus
lebih kencang , perlahan membawa lapisan-lapisan kabut menjadi berkurang.
Pemandangan di sekitarnya mulai nampak kembali
.
Bukan hanya sekedar kembalinya keadaan menjadi cerah tanpa
penghalang pandang , tapi lebih jauh lagi ia samar-samar mendengar suara
keramaian dan lama kelamaan suara itu terdengar semakin jelas. Semua disekitar berubah , dan sadar ia sedang
berada di tengah-tengah pasar.
Rasa lapar seperti menghancurkan logika ketika pandangannya
tertuju pada sebuah warung makan dengan berbagai menu yang mengundang selera,
tanpa pikir panjang masuk saja ke warung
tersebut dan segera memilih makanan yang telah terpajang, dari sekian banyak
variasi makanan dari sayur , ikan, daging hingga buah-buahan segar. Tarsun
memilih tempe , gorengan udang, ikan gabus kesukaannya sebagai lauknya ,
pelayan warung mengambilkan semua yang dipilihnya dan Tarsunpun langsung memakannya dengan lahap ,
maal meel maal meel sampe perut benar-benar terasa kenyang. Ia menghentikan makannya , di piring masih
tersisa beberapa po tong tempe, udang kecuali ikan gabus yang tinggal
kepala tersisa, membayarnya untuk selanjutnya pamit meninggalkan warung.
Dengan perasaan perut yang sudah kenyang, aktifitas pasar
yang penuh orang yang tak satupun
dikenalinya tiba-tiba terbesit
dipikiran akan nasib teman-temannya, kalau mereka ada di daerah itu. Ia berkeliling
di setiap sudut pasar mengharap apa yang ada dalam pikirannya itu benar ,
yaitu menemukan teman-t eman groupnya yang telah terpisah beberapa waktu lalu.
Lama ia menelusuri daerah itu namun tak satupun yang
diharapkannya mejadi kenyataan untuk bertamu orang yang dikenal hingga ia lelah
dan perlu beristri rahat. Dibawah balkon sebuah emperan t oko ia duduk
bersandar pad a dindingnya , mungkin perasaan letih dan kenyang membuat ia
mengantuk untuk kemudian tertidur.
Langit Gunung sangat cerah. Hawa dingin yang sedingin salju
dalam ketinggian ribuan meter tak begitu dirasakan oleh jaket tebal yang telah
dirancang khusus untuk para pendaki. Dengan kehilangan satu anggotanya Jack,
Darwin, Manto, Satam dan Nicolas berhasil menancabkan bendera di puncak Gunung
Selamet tidak jauh dari kawahnya yang
luas dan perkasa ,dengan rasa kagum mereka memuji keagungan Sang Pencipta,mereka
menengadahkan tangan memanjatkan do’a entah do’a apa yang dipanjatkan, ada pula
yang bersujud diatas pasir, tak lupa berphoto-photo untuk dokumen dan
kenang-kenangan ,setelah cukup tercapai
semua yang dilakukan,tubuh juga sudah teresa menggigil, tibalah sa’atnya
diputuskan untuk pulang, masih ada yang harus dilakukan , yaitu mencari Tarsun
yang terpisah dan menghilang tanpa jejak.
Tak sampai hati kembali tanpa kepastian bagaimana nasib
satu dari anggotanya itu. Seiring perjalanan pulang ditelusurinya kembali semua arah ,alur dan tempat –tempat yang
dicurigai dimana kemungkinan Tarsun berada, tak jarang harus menempuh jalan
sulit yang sebelumnya tidak mereka lalui.
Di suatu sudut berdiri tegak sebuah pohon kayu besar ,
dibawahnya banyak tumpukan batu cadas sisa semburan lahar panas yang telah
mendingin menjadi layaknya batu yang keras tersusun di atas dataran rata yang sejuk, nampak disana seorang laki-laki tengah
tidur lelap di atasnya. Sontak merekapun menghampiri dan ternyata laki-laki itu
seorang yang sedang mereka cari yang tak lain adalah Tarsun.
Nicolas : “ Oh my God, Tarsun !”
Bentakan Nicolas membuat Tarsun terbangun. Celingukan tak
jelas, sebelum akhirnya sadar didepan tengah ada semua orang –yang dikenal.
Tarsun : “ haah, ! aku menemukan kalian?”
Satam : “. Kemana aja
,lo ?”
Tarsun langsung
memeluk yang memanggilnya.
Tarsun : “Pasar!”
Satam : “ Pasar apa ? ini hutan, Gunung Slamet”.
Tarsun : “ Aku baru saja menemukan pasar di tempat ini,
aku baru saja makan diwarung itu”.
Tarsun menunjuk ke arah sebuah pohon yan lain, pada setumpuk
lempengan batu yang tersusun demikian rupa dibawahnya, diatas batu masih
tergeletak beberapa daun lebar, diatasnya beberapa potong tubuh kalajengking,
di lembar daun yang lain tergeletak kepala kadal dan bebrapa potong kulit kayu
seperti sisa sebuah menu makan yang beru saja dimakan orang.
Jack : “Makan?”
Tarsun : “Ya,
makan....aku makan udang goreng, ikan gabus dan tempe bacem kesukaanku”
Tarsun mengamati lebih detil apa yang tersisa diatas lembaran-lembaran daun yang tergeletak dimana formasi letaknya sama seperti piring-piring tempat yang baru ia gunakan sebagai wadah makanannya.
Darwin : “Sisa-sisa potongan binatang itulah yang telah kau makan”
Tarsun melotot ke Darwin
Darwin : “Aku pernah mendengar cerita ada pasar siluman di Gunung ini, tapi aku pikir itu hanya mitos.
Manto : “ Maksudmu
Tarsun barusan nyasar ke pasar siluman dan makan disebuah warung dengan menu
makanan kesukaan yang dia pilih ternyata di alam nyata sebenarnya kalajengking, kadal dan potongan kayu itu?"
Darwin hanya menganggukan kepala. Pernyataan Darwin bak
petir dalam hati Tarsun, teringat akan lahapnya makan karena lapar.
Satam tertawa , hal serupa juga dilakukan oleh teman yang
lainnya kecuali Nicolas yang memilih tak
main-main memandang hal ini.
Nicolas : “ Apapun itu, sepertinya jangan lama-lama membahasnya ,kita harus capat-cepat meninggalkan tempat ini sebelum sesuatu terjadi juga pada kita”
Tanpa satupun yang menyanggah , anjuran Nicolas langsung
diiyakan. Perasaan tidak enak seperti sama-sama mendadak hinggap pada diri
mereka masing-masing, bagaimana kalo apa
yang menimpa Tarsun menimpa juga pada diri
mereka ,
Tak banyak kata, obrolan apalagi bercanda untuk kali ini
mereka lebih fokus berjalan bahkan jalan mereka lebih cenderung semakin
dpercepat tanpa harus seseorang memberi komando. Dalam diam sebenarnya mereka
bicara dalam hati masing-masing, ingin cepat sampai , ingin capat melewati
batas tempat angker itu, atau masuk ke pasar siluman seperti yang terjadi pada
satu anggota mereka , atau sesuatu keanehan yang lebih parah lagi.
Sampai Jumpa.............
0 komentar:
Posting Komentar