Timun Emas berlari sekencang-kencangnya. Dia bahkan tidak tahu kemana arah yang dituju. Tak peduli padang ilalang ia terjang. Baginya yang penting menjauh dari Buta Ijo.
Mendapati Timun Emas ternyata melarikan diri, tidak banyak pikir lagi Buta Ijo langsung mengejarnya. Melihat bayangan Timun Emas berkelebat yang ternyata sudah jauh meninggalkannya, Buta Ijo menambah kecepatan langkahnya. Baginya, Timun Emas adalah haknya dan tidak boleh seorangpun mengambilnya.
"Timun Emas, berhentilah, ikutlah bersamaku, kau adalah miliku!" teriaknya.
Alih-alih membuat gadis kecil itu luluh, teriakan Buta Ijo malah membuat Timun Emas bertambah takut. Dia tahu Buta Ijo dapat mengejar dengan langkahnya yang lebih panjang dibanding dirinya. Dia juga melihat Buta Ijo semakin dekat dibelakangnya. Rupanya dengan sekuat tenaga raksasa itu tidak mau gagal menerkam mangsanya, layaknya seekor harimau mengejar seekor kelinci disebuah hutan.
Rasa takut membuat seseorang tidak lagi berpikir dengan logika. Ia ingat, ibunya berpesan untuk melempar satu-persatu bekal yang diberikan setiap ada bahaya yang mengancam. Reflek, Timun Emas mengambil satu item dari bekal tersebut dan sekonyong-konyong dilempar ke arah Buta Ijo. Yang dilempar ternyata hanya garam.
Garam yang jatuh tersebar ditanah mencair, meleleh dan mengalir menjadi air payau. Begitu cepat proses itu terjadi dan tidak lama air menggenang menjadi danau tepat dilokasi yang mau dilewati Buta Ijo.
Sangat mengagetkan peristiwa itu, tapi tidak ada waktu lagi untuk menghiraukan, Buta Ijo memutuskan untuk menyeberangi danau tersebut meski dirinya ragu dapat melakukannya.
Danau yang dalam memaksa Buta Ijo harus berenang, tubuhnya yang besar dan kepandaian berenang yang kurang membuat Buta Ijo mengalami kesulitan. Tubuh Buta Ijo tenggelam timbul dengan napas yang terengah engah bagai sekarat namun tetap mencoba.
Situasi itu digunakan Timun Emas untuk menjaga jarak lebih jauh lagi dengan meneruskan langkahnya berlari, sementara Buta Ijo terus berusaha menyebrang danau. Namun demikian, meskipun dengan susah payah, akhirnya Buta Ijo berhasil juga melalui rintangan tersebut. Dan iapaun meraih daratan dan meneruskan pengejarannya.
Keduanya sama-sama lelah, dua makhluk yang terdiri, satu raksasa dan satunya lagi anak manusia terus berkejar-kejaran.
"Timun Emas, berhentilah, jangan membuat aku marah, kau tidak akan dapat lepas dari aku!" teriak Buta Ijo semakin tegas.
Timun Emas melirik kebelakang tak acuh kepada Buta Ijo. Nampak Buta Ijopun sama-sama lelah, terlihat dari langkahnya yang semakin gontai disertai napas yang sudah tersengal. Tapi, rupanya nafsu yang besar untuk memilikinya membuat dia bertahan.
"Berhentilah sayang, jangan siksa aku begini" katanya dengan napas yang tersengal dan kaki yang serasa sudah tidak mau dilangkahkan lagi.
Jarak Buta Ijo dengan Timun Emas hanya beberapa langkah saja. Tapi raksasa itu tidak melakukan apa-apa. Dia lebih sibuk mengurus sesak napasnya yang demikian menyiksa daripada mengurus Timun Emas yang didepan mata, dengan napas yang tersengal dia hanya membungkuk memegang lutut yang mulai bergetar.
"Hah !, siksa, siapa yang menyuruhmu mengejar aku?" tanya Timun Emas.
"Tidak ada" jawab Buta Ijo. "Ini adalah perjanjian antara aku dengan ibumu untuk mengambil anaknya jika dia terlahir sebagai perempuan"
"Tapi, aku tidak mau ikut denganmu, bagaimana, apakah kau tetap mengejarku?" tanya Timun Emas.
"Tentu, aku tidak akan berhenti mengejarmu, sampai kau benar-benar ku dapatkan" jawab Buta Ijo bersikeras dengan keinginannya.
Timun Emas melihat senjata yang tersisa dua butir, yang berarti tinggal dua kesempatan mengatasi bahaya yang mengancam.
"Kalau begitu, terimalah ini!" teriak Timun Emas seraya melempar satu bendel bungkusan yang ternyata berisi jarum.
"Timun Emas, apa yang kau lakukan ?" tanya Buta Ijo yang merasakan tanah didepannya mulai bergetar, dari dalam tanah bermunculan rumpun-rumpun pohon bambu yang sangat lebat.
Kini kali kedua Buta Ijo menyaksikan keajaiban yang dilakukan Timun Emas.
Rumpun-rumpun pohon bambu yang lebat membuat Buta Ijo mendapat kesulitan untuk menerobosnya. Buta Ijo tetap tidak menyerah, seberapapun susahnya diapun berusaha menerobos setiap rumpun bambu yang lebat itu.
Timun Emas menyaksikan kegigihan Buta Ijo yang tidak kunjung surut menjadi kuwatir. "Jika Raksasa itu akhirnya berhasil juga menembus rintangan yang kubuat, apa jadinya. Aku hanya memiliki satu bendel senjata yang tersisa. Jika akhirnya itupun dilalui, tamatlah riwayatku" pikirnya dalam hati.
Sementara Buta Ijo terus dengan usahanya menerobos setiap celah rimbunnya pohon bambu tanpa kenal menyerah. Kenyataan itu dilihat sendiri oleh Timun Emas.
Namun demikian, tak banyak yang dapat dilakukan lagi, kecuali mengandalkan satu bendel senjata terakhir yang harus digunakan menunggu sa'at yang tepat.
Setelah senjata kedua digunakan, apa yang dicemaskan Timun Emaspun terjadi. Buta Ijo terbukti masih mampu melampoi rintangan yang kedua. Dengan Tubuh babak belur akibat himpitan dan gesekan batang bambu yang keras, Buta Ijo keluar dengan senangnya. Bahkan, dia masih dapat tertawa lebar, mungkin karena leganya berhasil terbebas dari siksaan akibat susahnya menerobos lebatnya rumpun bambu.
"Hahaha...! sudah ku bilang, kau tak akan dapat lepas dari aku, Timun" katanya dengan suara yang menggelegar.
"Tidak, kau tidak akan dapat mengambilku" kata Timun Emas tidak dapat menerima.
Dengan hati yang pasrah Timun Emas melempar senjata terakhirnya yang ternyata hanya seiris terasi. Terasi yang terjatuh meleleh, lalu membentuk gelembung-gelembung. Gelembung-gelembung tersebut pecah dan menyebar ketanah. Setiap tanah yang tersentuh menjadi gembur, dengan cepat hal itu terjadi membuat tanah disekitar lokasi menjadi rawa endut hanya dalam hitungan detik saja.
"Apa lagi yang kau lakukan, Timun?" tanya Buta Ijo tak habis pikir.
"Hai, Buta, kuingatkan kau, sebaiknya urungkan saja niatmu untuk mendapatkan diriku?"kata Timun Emas.
"Jangan coba membujukku, gadis kecil" jawab Buta Ijo.
"Aku serius, aku berbaik hati padamu"
" Berbaik hati apa, kau selalu membuat sulit aku, itukah yang namanya berbaik hati?" Buta Ijo tidak percaya.
"Jika kau melewati rawa endut itu, kau bisa tenggelam, kau bisa mati, untuk kali ini, percayalah padaku ?" kata Timun Emas meyakinkan.
"Selama ini aku tidak pernah gagal melewati rintangan yang kau berikan, aku tahu apa yang selalu kau lempar dari genggamanmu telah habis, dan ini yang terakhir, setelah ini, tak ada lagi halangan untuk menangkapmu gadis kecil, keberhasilan sudah didepan mata, aku sudah tak sabar membayangkan pulang dengan membawamu, sayang" Kata Buta Ijo tidak menuruti bujukan Timun Emas. Ia beranggapan, itu hanya akal-akalan Timun Emas karen keajaiban yang dimilikinya sudah habis.
Tak menurut dengan apa yang disarankan, Timun Emas membiarkan Buta Ijo yang tetap keras dengan pendiriannya. Buta Ijopun melangkahkan kakinya masuk kearea rawa. Kaki besar dan berat itu masuk, diteruskan dengan kaki yang lainnya. Beberapa langkah kedepan masih dapat berjalan. Namun, pada langkah berikutnya, kaki Buta Ijo semakin sulit untuk diangkat, sayang sekali, padahal jarak yang ditempuh sudah sepertiga dari panjang jarak rawa seluruhnya. Tanah yang semakin gembur dan pekatnya lumpur rawa membuat kedua kakinya perlahan-lahan hanya terperosok saja, semakin dalam dan semakin dalam. Pelan, tapi pasti.
Kondisi tersebut sampai membuat kaki Buta Ijo tidak dapat digerakan sama sekali. Ia benar-benar tersetak dan membuat tubuhnya hanya dapat berdiri terpaku seperti tiang yang ditancapkan ditengah rawa. Ia hanya bisa melambaikan tangan dan merasakan badannya semakin tenggelam.
"Tolong...tolong!" teriaknya.
Namun, teriakan tinggal teriakan. Badan yang besar terus masuk ke bumi. Hingga sampai pada detik-detik teriakan itupun harus berhenti setelah batas lumpur sudah melewati garis mulut yang memaksa membungkamnya dari mengucapkan beberapa kalimat.
Setelah mulutnya, lalu matanya, ubun-ubunnya dan terakhir bagian kepalanya. Hingga tenggelamlah semuanya, semua bagian tubuhnya. Dan permukaan rawapun kembali tenang.
Segelembung udara muncul, itu napas Buta Ijo yang terakhir.
Dengan tenggelamnya Buta Ijo, maka legalah perasaan Timun Emas, seakan berakhirlah ancaman yang selama ini menghantui hidupnya, membuat dia harus berjuang sendiri hidup dan mati. Sekaligus mengakhiri cerita pengejaran gadis cantik Timun Emas oleh raksasa Buta Ijo. Sebuah cerita rakyat yang sudah sangat terkenal.
Timun Emaspun kembali menemui ibunya yang seorang diri. Betapa ibunya sangat senang melihat anaknya kembali dengan selamat dari ancaman siButa Ijo. Ia berterima kasih kepada Tuhan. Ia percaya, apa yang tejadi semua tidak lepas dari pertolonanganNya.
Dan sejak saat itulah dipangkuan ibunya Timun Emas hidup bahagia.