Bengawan Solo
Riwayatmu ini
Sedari dulu jadi...
Perhatian insani
Musim kemarau
Tak seberapa airmu
Dimusim hujan air..
Meluap sampai jauh
Mata airmu dari Solo
Terkurung gunung seribuAir meluap sampai jauh akhirnya ke laut
Itu perahu
Riwayatnya dulu
Kaum pedagang selalu..
Naik itu perahu
"Bengawan Solo“ sebuah lagu yang menceritakan sebuah sungai di sebuah daerah di Indonesia yang bernama Bengawan Solo ini sudah menjadi legenda. Lagunya dinyanyikan disetiap pelosok negeri hingga dunia.
Lagu sederhana yang diciptakan oleh orang biasa yang bernama Gesang. Disebut orang biasa karena sebagai pencipta lagu, dia bukanlah orang yang bergelimang harta layaknya seperti seorang selebritis jaman sekarang.
Lagu berjenis langgam keroncong, jenis musik yang juga berasal dari Indonesia, dan mungkin juga hanya ada di Indonesia ini juga digemari oleh orang-orang luar negeri.
Bermula dari negara-negara yang pernah menjajah Indonesia seperti Belanda, Jepang dan negeri-negeri lainnya yang mengerti tentang Indonesia.
Lantunan lagu Bengawan Solo adalah kenangan. Ia membawa serta lagu itu ke negeri kelahirannya setelah akhir penjajahan hingga akhir masa.
Kini Bengawan Solo berkumandang dimana-mana. Dari generasi ke generasi, dari waktu ke waktu dan menjadi lagu yang abadi.
Seorang maeztro yang nyaris tidak dianggap, dialah Gesang, sebagai penciptanya yang semasa hidupnya jauh dari kemegahan, bahkan dia dalam deretan orang-orang miskin, tak luput dari perhatian.
Gesang lahir di Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia, 1 Oktober 1917 dengan nama lengkap Gesang Martohartono. Ia menciptakan lagu Bengawan Solo pada tahun 1940 ketika ia berusia 23 tahun.
Ketika itu Gesang muda sedang duduk termenung ditepi Bengawan Solo. Ia kagum dengan indahnya bengawan dengan airnya yang tenang, mengalir perlahan namun pasti. Selama 6 bulan kekaguman itu, hingga terciptalah lagu Bengawan Solo.
Melody dan lyrik lagu Bengawan Solo seperti punya kharisma tersendiri dibanding lagu hasil gubahannya yang lain. Lagu itupun menjadi populer sampai ke luar negeri. Lagu itu pernah menjadi sound track salah satu film di Jepang dan telah diterjemahkan sedikitnya 13 bahasa didunia, diantaranya adalah bahasa Inggris, Rusia, Tionghoa, Jepang dan lainnya.
Tapi, seorang Gesang yang seharusnya mendapat royalty dari lagu ciptaannya untuk hidup layak sebagai seorang pencipta lagu untuk bekal dihari tuanya, namun hal itu seolah tak pernah ditemuinya.
Saat hidupnya, Gesang tinggal seorang diri disebuah rumah kecil di Perumnas Polur pemberian dari Bapak Suparjo Rustam tahun 1980 gubernur Jawa Tengah kala itu.
Selama 20 tahun sejak ia berpisah dengan istrinya tahun 1962. Meskipun pernah mempunyai istri, Gesang tidak mempunyai anak.
la lebih memilih hidup seorang diri, namun seiring usia dalam kerentaan di akhir hidupnya Gesang memilih tinggal dengan keponakan dan keluarga di jalan Bedoyo, nomor 5 kelurahan Kemlayan, Serengan, Solo.
Berangkat dari seorang penyanyi keroncong yang kerap manggung mengisi acara pesta kecil-kecilan di desa di kota Solo, ia juga menciptakan lagu.
Sebagai pencipta lagu, lagu yang diciptakan Gesang tidak banyak, Lagu-lagunya selain Bengawan Solo, adalah Keroncong Roda Dunia, Keroncong Si Piatu dan Sapu Tangan pada masa Perang Dunia ke II. Namun lagu ciptaanya yang paling populer adalah Bengawan Solo.
Ada makna yang lebih dalam dari serangkaian lagu yang diciptakannya yaitu yang berjudul "Piatu" yang merupakan lagu yang pertama kali diciptakan saat usianya belum genap 20 tahun, karena lagu itu menggambarkan kisah hidupnya yang juga sebagai seorang piatu.
Ia ditinggal ibundanya, Sumidah pada saat usianya masih 5 tahun. Ia mengibaratkannya seorang putri rembulan.
Hingga 14 tahun ia hidup bersama ibu tirinya, Sumirah ia mendapat kesempatan bergabung dengan sebuah group musik yang bernama "Marko" dan itu tonggak pertama ia mengawali karirnya sebagai seniman keroncong hingga seorang Gesang sekarang.
Pria kurus itu seolah dilupakan di negerinya sendiri. Hampir semua tahu lagu Bengawan Solo, tapi sedikit yang tahu Gesang.
Jepang adalah salah satu negara yang peduli kepada Gesang. Sebagai penghargaan Jepang mendirikan Taman Gesang dekat Bengawan Solo pada tahun 1983. Para penggemarnya rela datang dari jauh, Jepang ke Indonesia hanya untuk Taman Gesang.
Sebagai penggalang dana, didirikan juga di Jepang sana sebuah lembaga yang dinamakan "Dana Gesang" , dana yang berhasil dikumpulkan akan dikirim ke Indonesia dan diperuntukan untuk Taman Gesang.
Setiap hari ulang tahunnya, banyak penggemar yang datang meski sekedar untuk mengucapkan selamat ulang tahun, yang lebih salut, penggemar dari Jepang jauh-jauh turut berdatangan ikut bergabung merayakannya.
Sesuai arti namanya Gesang, bahasa Jawa yang berarti "hidup", membawanya hidup sampai 92 tahun.
Gesang menutup mata pada tanggal 20 Mei 2010, di Surakarta, Jawa Tengah.
Semua warga Solo keluar melakukan penghormatan terakhir pada sang maestro. Prosesi pemakaman dilakukan secara militer di Pemakaman Kemelayan, Surakarta.
Jasad Gesang sudah mati, tapi nama besarnya hidup abadi di Bengawan Solo.