Minggu, 06 Mei 2018

Aplikasi Callind Buatan Anak Indonesia Yang Ditawar 200 Milyar


Belum lama kita mendengar berita yang begitu virall yang disiarkan berbagai media , Henry Jufri seorang kuli panggul dari Makasar yang sekolahnya hanya tamat SD mendapat penghasilan tak kurang dari $ 1200 dolar perbulan dari Google gara-gara membuat aplikasi.

Kini dunia dihebohkan kembali dengan seorang anak Indonesia dari daerah Kebumen, Jawa Tengah yang membuat aplikasi chatting Media Sosial semacam Whatsapp dengan fitur lebih lengkap dari Whatsapp.

Konon, hasil karya dari anak bangsa, Novi Wahyuningsih yang tepatnya berasal dari Desa Tepakyang, Kecamatan Adimulyo,Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia ini pernah ditawar 200 miliyar namun penawaran itu ditolak.

Dikutip dari berbagai sumber, Aplikasi Chating Media Sosial yang diberi nama Callind yang dibuat oleh seorang gadis desa lulusan D3 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada ini terbukti telah memukau para pengguna aplikasi karena menurut mereka aplikasi ini punya kelebihan yang banyak dibutuhkan.

Fitur-fitur Callind tak kalah canggih dengan aplikasi chat lain seperti, voice call, private chat,group chat, kirim file bahkan video call.

Keunggulan itu terlihat saat pengguna membandingkan dengan aplikasi sejenisnya yaitu Whatsapp.

Callind mampu menemukan sesama pengguna Callind dalam radius jarak 100 km, walaupun belum terhubung sebagai kontak.

Aplikasi ini bisa digunakan dalam urusan perdagangan. Dia bisa mempromosikan produk dengan gratis tanpa harus repot-repot terlebih dahulu menyebar kiriman ke berbagai group yang diikutinya sebagaimana penggunaan dengan Whatsapp.

Collind bisa digunakan dalam mempromosikan barang dagangan, cocok untuk usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Tak kalah menarik, dengan fitur yang memungkinkan alat ini bisa memantau lalulintas secara langsung.

Cukup membanggakan, sebagai anak Indonesia tidak hanya terkenal dengan hanya sebagai pengguna Media Sosial terbesar didunia yang pada umumnya dibuat oleh negara-negara maju, tapi suatu sa'at keadaan akan sebaliknya.

Semuah hal sudah pasti ada kelebihan dan kekurangan,dalam pengamatan saya pribadi sebagai orang awam dalam menilai hal  ini justru kelebihannya tidak lain adalah pada kekurangan itu sendiri.

Ketika kebetulan aku dapati sebuah media yang berusaha mencari kekurangan, meskipun ia dapat mengungkapkan tapi terkesan begitu memaksa dan begitu subyektif.

Bagaimana tidak, ia mengungkapkan bahwa kekurangan pada aplikasi ini adalah terletak pada penampilan pada aplikasi ini yang menurutnya adalah kuno dan membosankan, ia membandingkan dengan Whatsapp yang menurutnya sangat menarik dan elegan.Apakah ada jaminan penilaian itu akan sama dengan penilaian orang lain, bukankah penilaian yang merujuk bagus atau tidak suatu penampilan itu adalah relatifitas.

Bagi sebuah karya cipta tingkat dunia yang dikerjakan oleh seseorang hanya dengan ilmu outodidak dan bukan expert dibidangnya secara khusus adalah, SEMPURNA !

0 komentar:

Posting Komentar